Pesona wanita kerap menjadi bumbu dalam marketing musik. Saat gue menyaksikan keluarnya single terbaru Katy Perry, Wide Awake, gue kagum atas kesuksesan penyanyi yang tak hanya mempunyai talenta bernyanyi, menulis lagu namun juga mempunyai daya tarik seksual. Bayangkan album keduanya, Teenage Dream, yang dirilis pada tahun 2010 masih saja menelurkan single-single yang menjadi hot airplay hingga hari ini. Ya salah satunya adalah lagu Wide Awake tadi yang menyusul lagu Last Friday Night, California Girl, Fireworks, E.T dan lainnya. Konon, kesuksesan Katy ini ditaksir mencapai angka 44 juta dolar Amrik hingga tahun lalu.
Yang lebih mengusik gue adalah pertanyaan apakah hanya penyanyi wanita yang mampu sukses di karir bermusik? Mengingat tahun lalu hingga kini Adele sukses menghinoptis seluruh penikmat musik untuk nggak bisa ‘move-on‘ dengan lagu Someone Like You. Lagu yang diambil dari album bertajuk 21 ini laris diserbu pembeli di tahun 2011. Tahun-tahun sebelumnya album The Fame Monster dari Lady Gaga laris untuk periode tahun 2010 dan Taylor Swift dengan album Fearles di tahun 2009. Kesemua album tersebut adalah album-album yang dimiliki oleh penyanyi WANITA.
Tetapi bukan hanya di prestasi jualan album, ajang penghargaan Grammy Award pun banyak menobatkan wanita-wanita pada penghargaan puncak. Sebutlah Norah Jones Record of The Year tahun 2004, Dixie Chick Record of The Year tahun 2006, Amy Winehouse Record of The Year tahun 2007, Alison Kraus Record of The Year tahun 2008, Taylor Swift Album of The Year tahun 2009, Lady Antebellum yang punya vokalis cewek sebagai Record of The Year tahun 2010 dan Adele Record of The Year tahun 2011. Lagi-lagi didominasi oleh penyanyai WANITA.
Di Indonesia sendiri, dominasi penyanyi wanita diisi oleh Agnes Monica, Bunga Citra Lestari, Cherrybelle, Sherina hingga JKT48. Dari ajang penghargaan AMI Award tercatat pemilik predikat “Terbaik Terbaik” dipegang oleh penyanyi wanita seperti: Gita Gutawa (2008), Kotak (2011) dan Agnes Monica (2010 & 2012). Dari ajang Indonesian Idol meskipun dari 7 season hanya 3 season dimenangkan oleh penyanyi wanita: Joy Tobing (2004), Rini Wulandari (2007) dan Regina Ivanova (2012) namun runner-up – runner-up nya lebih bersinar ketimbang juaranya. Sebagai contoh adalah Citra Skolastika yang menjadi runner-up di tahun 2010 lagu-lagunya lebih dikenal di masyarakat kini dibanding lagu-lagu Igo, juaranya dan juga Gisella Anastasia runner-up di tahun 2008 yang kini melambung lagi berkat duet dengan Last Child.
Kans penyanyi solois pria di Indonesia untuk terkenal sangat berat sekali. Terbukti kita hanya memiliki beberapa saja penyanyi pria yang cukup populer: Glenn Fredly, Ari Lasso, Once, Afgan, Vidi Aldiano dan Sandhy Sondoro. Kebanyakan pria Indonesia lebih populer ketika ia berada ditengah band. Itupun jika dikulik dari daya tarik terhadap penjualannya (baik album rekaman ataupun tiket pertunjukan) penyanyi pria konon lebih sepi peminat.
Pesona lekuk tubuh dan suara wanita membuktikan dapat mengalahkan penyanyi-penyanyi pria untuk lebih digemari. Ini bukan saja soal lagu yang tepat yang kebetulan para wanita ini bawakan menjadi hits. Gue melihatnya ada andil dari media baik cetak maupun elektronik yang membantu publikasi wanita-wanita ini agar tetap dibicarakan. Wanita lebih mudah mendapatkan tempat untuk menghiasi sampul depan majalah yang tak melulu membahas soal musik. Bisa saja majalah kesehatan, majalah otomotif, majalah elektronik hingga majalah gosip kebanyakan diisi dengan wajah wanita. Polah wanita juga menjadi bahan yang newsworthy bagi para pemburu berita yang mencari sensasi seperti kisah asmara, selingkuh, pertengkaran antar wanita, perceraian hingga kawin lagi. Di media televisi, kisah-kisah dari polah wanita ini dibumbui dengan lagu latar mereka agar lebih dramatis. Bisa jadi frekuensi pemutaran berita membuat lagu-lagu para wanita ini menjadi lebih cepat diterima di masyarakat.
Dalam marketing dikenal istilah ‘Sex Sells’. Pesona-pesona seksualitas memang lebih mudah hadir dari para wanita, meskipun pria bukan berarti tidak. Sayangnya saat pria-pria mencoba menampilkan pesona seksualitasnya malah berakhir dengan konotasi yang lain (if you know what i mean :p). Mungkin gue terdengar klise mengatakan ini, walau gue yakin karya-karya para wanita ini tidak dibuat asal-asalan malahan serius dan tulus dari dalam hati. Mereka para wanita hanya memanfaatkan nilai tambah mereka yaitu kecantikan dalam ramuan musikalitas untuk lebih jualan. So boys, what is your value added?
foto dari meatbeerbabes.com
musik tete