Hari Selasa kemaren gue mendapatkan pertanyaan di Twitter tentang JKT48, bunyinya seperti ini:
@ansprum: Mas @widiasmoro, saya boleh minta pendapat ttg jkt48? Jkt48 bawa konsep idola yg bisa ditemui. Kira2 apa tantangan mrk & gmn spy mrk sukses?
Dan diikuti oleh pertanyaan berikutnya, seperti ini:
@ansprum: @widiasmoro jkt48 ada teater, tempat mrk pentas hampir tiap hari. Saya pikir kl konsep itu sukses, mungkin bs diadopsi musisi2. Terima kasih
Gue coba untuk meresponnya lewat blog gue ini.
Gue melihat JKT48 ini adalah sebuah produk yang memiliki konsep panjang dan pemikiran matang. Didukung oleh sebuah tim yang bekerja penuh baik dari belakang layar hingga penyajiannya diatas panggung. JKT48 bukanlah cuman gadis-gadis belia yang melenggok diatas panggung. Maaf beribu maaf, gue gak kenal satu persatu namanya, apalagi wajahnya, mungkin karena hampir semua mirip. Tetapi mereka cukup menarik perhatian. Ehm.
Lalu apakah tantangannya agar mereka sukses? Itu kembali lagi ke mereka tentang apa itu definisi sukses bagi tim JKT48. Atau kalau mendetil lagi, apa definisi sukses dari tiap personil yang melenggak diatas panggung? Apakah dengan ketenarannya sekarang cukup membuat mereka merasa puas dan menikmati kesuksesan? Ataukah mereka ingin bersolo karir masing-masing dan lepas dari bayang-bayang bendera JKT48? Sukses disini harus dapat di definisikan dengan macam apa sukses yang mereka inginkan.
Pertanyaan berikutnya tentang menjadikan model bisnis JKT48 sebagai formula untuk diimplemantasikan pada tiap musisi. Gue melihat tidak ada hal yang baru dari konsep dagang musik JKT48, walau kali ini yang menerapkannya adalah sebuah agensi iklan dan bukan musik label. Lalu apa aja itu konsep dagang musiknya?
1. Produk yang kuat. Setiap musik yang dikomersilkan itu merupakan produk dari hasil pemikiran yang matang. JKT48 bukan hanya soal musik tetapi merupakan keseluruhan elemen hiburan. Produk ini dipikirkan secara matang dari sejak pembuatannya. Bagaimana bunyinya, siapa targetnya dan kapan harus dipasarkan. Semua telah dipikirkan. Sama halnya dengan musisi ketika menemukan ide untuk menulis lagu. Mereka dengan sabar dan tekun menelaah bebunyian yang pas dan lirik yang tepat untuk menjadi sebuah karya musik. Ketika karya itu jadi, diperdengarkanlah ke label musik yang kemudian label tersebut akan membuatkan rencana pemasarannya.
2. Manggung, manggung dan manggung. Musik perlu ditampilkan maka musisi butuh panggung untuk menampilkan. JKT48 memiliki kemewahan dengan panggung eksklusifnya. Musisi juga dapat memiliki tempat di tiap panggung yang ada di pelosok dunia. Asal mereka mau menanggalkan egonya sejenak. Manggung di pentas sunatan juga manggung koq. Selama konsisten memberikan hiburan tentu akan semakin banyak orang yang tau tentang musiknya.
3. Gimmick. Musik butuh sebuah tangible format. Sebuah gimmick yang bisa dikenang dan dibawa pulang. Maka itu diciptakannya Gramaphone agar orang dapat mendengarkan musik setiap waktu dan tidak perlu menunggu lagi penampilan mangung. Setelah Gramaphone lalu industri berkembang hingga menghasilkan vinyl, kaset, CD dan sekarang tangible format itu bisa dapat berupa merchandise seperti kaos, sticker dan pernak-pernik yang berhubungan dengan musik itu.
Apakah gue melewatkan sesuatu disini? JKT48 dan musisi-musisi lainnya menerapkan lagu lama yang telah bersenandung di industri musik sejak awalnya. Jadi apakah perlu diadopsi kembali adalah pertanyaan yang bagus untuk ditanyakan kepada para musisi.
Paradigma baru di industri musik sekarang dengan adanya teknologi internet membuat semuanya terasa terlahir kembali. Padahal ngga begitu juga. Mungkin benar internet telah memotong banyak jalur untuk mengakses musik menjadi lebih mudah masa kini. Namun idenya tetap sama. Musik didengar, dinikmati untuk sebuah hiburan. Apakah musik yang kita berikan sudah cukup menghibur banyak orang? Mungkin itu dulu yang dijawab.
Terima kasih responnya kang Widiasmoro atas pertanyaan kawan saya Ansprum. Jadi tidak ada faktor “reinventing the wheel” ya, lebih ke evolusi konsep yang sudah ada, menyesuaikan zaman…