Menunggu Peran Lembaga Manajemen Kolektif Di Bisnis Musik Indonesia

My name is Widi Asmoro.

lembaga manajemen kolektif

Keberadaan Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) atau yang biasa gue sebut collecting society di Indonesia memang bagaikan benci dan cinta. Di satu pihak terutama pencipta lagu merasakan perlunya kehadiran LMK sebagai perpanjangan tangan untuk memungut royalty nya atas hak siar yang digunakan oleh badan usaha lain. Sementara itu, bagi penyelenggara usaha atau badan usaha, keberadaan LMK ini membingungkan karena jumlahnya yang kian bertambah dan mengaku sebagai perwakilan terhadap pencipta lagu tertentu.

Kamis 30 Mei 2013, Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia menyelenggarakan suatu seminar untuk membahas peranan dan teknis dari LMK terutama untuk bidang industri musik. Gue tadi diajak dateng oleh seorang petinggi label, namun karena ada kesibukan jadi hanya memantau dari G+ Community Musik, Kewirausahaan dan Teknologi yang mana salah seorang anggotanya, Hang Dimas, ikut serta dalam seminar tersebut.

Beberapa kutipan dari updatenya:

3:42 PM

 

Konsultasi teknis LMK (Lembaga Manajemen Kolektif Musik). Sesi dibuka dgn kata sambutan Pak Ramli sebagai Dirjen HKI. Intinya :
– Beliau menyadari latar belakang LMK di Indonesia yg tidak berjalan dgn lancar disebabkan ketidak sepahaman antara LMK pencipta dan LMK produser
– Beliau berharap di forum ini semua LMK bisa mengesampingkan perbedaan pendapat di masa lalu dan fokus untuk sinergi dlm mengembangkan kebijakan kedepannya
– Beliau mendukung dibentuknya satu LMK nasional sebagai koordinator seluruh LMK existing. Tujuan utamanya adalah mempermudah birokrasi bagi pengguna lisensi musik
– LMK nasional tidak menhapus LMK existing. Dan pemerintah cuma sebagai fasilitator. Perwakilan darim existing LMK akan ditunjuk sebagai pengawas dan pelaksana LMk nasional ini.
– Sistem LMK yg baru harus berbasis IT agar transparan
– LMK Nasional agar fokus melihat industri karaoke sebagai target pertama. Kenapa industri karaoke? Karena industri ini masih dalam tahap awal. Dan Karaoke adalah salah satu industri yg keberadaan bisnisnya sangat tergantung dari konten musik yg digunakan

Kesimpulan saya, sebagai seorang birokrat beliau adalah seorang yg paham dgn permasalahan yg ada. To the point dalam mencari solusi yg praktikal. Salut buat pak drijen

3:45 PM

 

Kata2 Sam Bimbo setelah presentasi pajak ini:
Terus terang saya ingin membayar pajak. Tapi sampai sekarang saya belum mendapatkan royalty, jadi menurut saya presentasi bapak terlalu cepat. Lebih baik nanti kita bicarakan lagi kalau LMK Nasional ini sudah berhasil meng-collect royalty yg sesuai

Untuk pengetahuan, pajak royalty range dari 5% (<50jt) sampai 30%(>500jt)

 

3:49 PM

 

Candra Darusman from WIPO next.
Menerangkan bagaimana LMK2 di negara lebih maju berhasil mengcollect royalty dgn nilai yg sangat signifikan. Sehingga bisa mensejahterakan pelaku industrinya.

Beliau melihat rencana kita membuat LMK nasional ini revolusioner. Bahkan di eropa pun masih sulit mrk mewujudkannya. Ini adalah kesempatan kita untuk memulai lembaran baru di industri musik indonesia

 

3:52 PM

 

Melly Goeslaw menyampaikan harapannya atas LMK Nasional yg baru.

Dia juga berharap para artis untuk lebih aware akan haknya. Karena kalau LMKN ini berhasil, akan sangat mempengaruhi pendapatan mereka

 

3:52 PM

 

Presentasi berikutnya dari Pak Yusak Asirindo. Menerangkan konsep Lembaga manajemen Kolektif

4:55 PM

Bocoran penting nih. Kata pak dirjen, di RUU Hak Cipta yg baru, seluruh pelaku industri harus mendaftarkan diri ke LMK untuk mendapatkan Performing Rights nya.

Maka mulailah mengenali semua LMK yg ada di Indonesia

 

Setau gue, LMK musik di Indonesia ada WAMI (Wahana Musik Indonesia), KCI (Karya Cipta Indonesia), RMI (Royalty Musik Indonesia), ASIRINDO (As Industri Rekaman Indonesia), GAPERINDO (Gabungan Pengusaha Rekaman Indonesia) dan PRISINDO (Performers’ Rights Society of Indonesia). Menurut situs hukum online, peran LMK dinilai belum begitu maksimal oleh beberapa musisi. Apalagi musisi independen melihat keberadaan LMK sebagai birokrasi yang rumit dengan keuntungan yang sedikit.

Bisnis karaoke yang saat ini tengah menjamur di Indonesia menjadi bidikan LMK untuk meminta ‘bagiannya’. Bisnis karaoke tersebut sudah sepatutnya membagikan keuntungannya pada pencipta lagu atas lagu yang diputar ditempat usahanya. Memang masih ditunggu sepak terjak LMK musik karena selama ini yang terdengar adalah berita tuntut menuntut yang malahan berujung pada ketakutan pebisnis untuk menggunakan musik. Musti ada suasana kondusif, saling percaya dan saling menguntungkan.

Apalagi rencana dibentuknya Sentra Royalty Musik Indonesia (SERMI) sebagai one-stop-service untuk memungut performing rights akan membuat situasi yang win-win antara pencipta lagu dan pengguna lagu. Sementara itu, SERMI sudah mulai untuk melangkah lebih maju dengan membangun sebuah sistem yang diperuntukan bagi pengusaha Karaoke. Coba cek situs www.karaokelegal.com yang masih dalam pengembangan. Kita lihat saja nanti semoga LMK dapat lebih memberikan keuntungan bagi industri musik Indonesia!