BBM atau BlackBerry Messenger baru aja merilis versinya untuk platform Windows Phone. Sejak 2010, gue tidak pernah memakai aplikasi chatting BBM. I am survived. Tapi sekarang gue bertanya-tanya apa gue masih perlu make satu lagi aplikasi chatting?
Sering dimintain nomer PIN BBM dan gue jawab gue gak punya. Toh mereka bisa menghubungi dengan SMS atau WhatsApp atau bahkan kirim email. Alamat email gue cenderung tidak berubah sejak gue kenal internet di awal tahun 2000. Segala macam saluran komunikasi itu bisa menggapai gue 1×24 jam. Sekarang dengan keberadaan aplikasi chatting BBM di ponsel yang gue pake, gue jadi bertanya-tanya apa perlu gue punya BBM?
Chatting, Chatting dan Chatting
Gue adalah generasi mIRC yang tumbuh dengan koneksi server IRC dan akrab menyapa a/s/l pls. Karena doyan ngobrol pake mIRC ini gue jadi dapat banyak kenalan. Dan lebih lagi, skripsi yang gue buat adalah sebuah aplikasi pemutar musik dengan menggunakan bahasa pemograman yang bisa digunakan di mIRC. Yang membuat mIRC digemarin adalah karena kebisaannya terhubung dengan kelompok orang yang punya minat sama. Waktu itu gue seringnya memantau di kamar chatting #Britishroom. Tempat anak indies sering ngobrol yang topiknya bisa apa aja. Keranjingan chatting pake mIRC bahkan menginspirasi T-Five bikin lagu “Ramli Raja Chatting”.
mIRC bukan satu-satunya layanan chatting. 2000 an adalah masa gue kerja sebagai penjaga warnet. Gue sering bantu pelanggan untuk terkoneksi dan sering menemukan layanan chatting lain, sebutlah ada ICQ. Lalu yang sempat populer banget karena dapat disambungkan ke ponsel adalah Yahoo! Messenger. Makin kesini makin banyak juga layanan chatting lain yang hadir, sebutlah WhatsApp, Skype, Line, KakaoTalk, WeChat dan sebagainya. Semuanya punya benang merah yang sama: chatting.
Yang gue pake sehari-hari adalah WhatsApp. Tetapi kalau lagi perjalanan keluar negeri gue memilih menggunakan Skype untuk menghubungi anak dan istri gue karena kebisaannya video call. Di kantor, kami punya Lync untuk ngobrol-ngobrol. Meskipun terkadang email pun bisa jadi panjang karena obrolan ngalor ngidul. Fitur-fitur yang memberikan nilai lebih buat gue yang mungkin saja buat yang lain fitur sticker justru memberi nilai lebih bagi mereka. Ini yang membuat variasi aplikasi chatting mengungguli daripada sekedar pesan singkat SMS.
Indonesia dan Semangat Chatting
Indonesia ini memang penuh potensi. Dengan populasi sebanyak 244,8 juta yang mana 31% nya adalah pengguna internet, WSJ memperkirakan setidaknya ada peluang yang bisa dibuat hingga 5 milyar dolar. Ini membuat para pengembang aplikasi luar melirik untuk menyediakan aplikasi bagi orang Indonesia suka ngobrol.
WSJ kembali lagi menegaskan, di pasar yang terlalu banyak pemain dalam hal menyediakan layanan chatting, pasar Indonesia tetap menggiurkan. Dengan BBM yang mengungguli WhatsApp sebagai layanan terpopuler, tidak membuat gentar pengembang lain yaitu Line untuk menargetkan pasar Indonesia. Tercatat pengguna Line di Indonesia ada 20 juta. Musisi-musisi Indonesia pun digunakan untuk mendorong pertumbuhan penggunaan aplikasi chatting.
Informasi yang lebih mendalam disarikan oleh riset Jana Mobile. Menurut risetnya, orang Indonesia lebih senang menggunakan aplikasi yang didedikasikan khusus buat chatting. Fitur chatting yang ada di platform social media seperti facebook atau path tidak terlalu banyak digunakan. Bahkan SMS sekalipun sudah ditinggalkan oleh orang Indonesia.
Lalu Apakah Gue Masih Perlu Aplikasi Chatting Lagi?
Beberapa minggu lalu, Robin Malau menghapus akun Path nya dan ia jelaskan mengapa disini. Banyaknya informasi yang terkadang malah redundan karena semangat berbagi informasi dari jejaring kita di media sosial justru bikin eneg. I feel you, too! Itulah mengapa postingan ke social media gue antara Twitter, Facebook, and so on itu tidak selalu sama. Yah gue memang mengirimkan link blog gue secara serentak ke semua social media gue. Tetapi gue tidak secara simultan untuk membombardir lingkaran sosial gue dengan ocehan gue.
Meskipun ponsel Lumia 930 yang gue pake sekarang mempunyai daya tahan battere hampir 18 jam dan kemampuannya mengatur daya, gue cukup khawatir adanya banyak aplikasi yang aktif di ponsel dapat mengurangi daya tahan battere. Jadi gue harus lebih bijak untuk menentukan apa yang musti gue pasang.
Dan gue sekarang dihadapi apakah gue perlu menggunakan BBM dengan mengumkan PIN yang gue pake? Apakah gue bener-bener perlu sementara kalau gue lihat dari daftar kontak gue yang muncul namanya dia lagi dia lagi, no need to mention. Tetapi, dorongan dari sekitar yang terus aja nanyain, “mas ada pin BBM ngga? Bagi dong biar lebih gampang!” terus aja kedengeran. Gue jadi berpikir lagi, apakah gue masih perlu menggunakan layanan chatting satu lagi? Apa perlu? Silahkan berkomentar!
Kalo gw sendiri sih, gw nanya, “Siapa yang mau ngobrol dengan gw lewat mana?” Jadi kalau 1) ada yang mau ngobrol dengan gw, terus 2) dia maunya lewat BBM doang n’ gak mau lewat cara lain, dan 3) buat gw penting banget gw ngobrol sama dia, kalau tiga-tiganya ‘iya’ ya gw pasang BBM.
Kalo di sales/marketing di Indonesia masih sering banget prospek cuma bersedia ngobrol via BBM. Dikit-dikit udah mulai pelan-pelan ke WhatsApp sih tapi belum semua. Kadang justru “ikan2 besar” yang paling keukeuh BBM doang.
Dan kalau nggak ada yang “insist” pake BBM? Ya jangan pasang lah. Bener banget, sayang batere! 😀 😀
Mantep nih insight nya
“Apakah Gue Perlu Satu Lagi Aplikasi Chatting?” No.
Siap
Satu lagi http://business.pinterest.com/en/blog/start-conversation-about-pin