Dapatkah Kita Mengubah Budaya?

My name is Widi Asmoro.

Budaya. apakah kita mampu mengubahnya? bersabar untuk antri, berhenti di lampu merah, menyebrang jalan pada tempat yg disediakan, makan pakai tangan kanan, membeli yg asli bukan imitasi dsb..dsb..

di kelas sosiologi pernah belajar tentang kemungkinan perubahan ini, sejarah pun sudah mengatakan budaya bisa digeser dengan kebudayaan lain, hanya saja perlu waktu cukup panjang untuk kebudayaan lain (baca: baru) bisa diterima

dulu orang menikmati musik hanya di gedung-gedung pertunjukan sampai ditemukan gramafon sehingga orang bisa menikmati di tempat selain gedung-gedung pertunjukan. teknologi pun mengenalkan pita kaset yang memungkinkan mendengarkan musik sambil berkendara. lalu hadir cakram padat hingga teknologi digital.

bisnispun makin berkembang dari meraup kocek hasil pertunjukan musik terus ke penyewaan lagu, jual beli album fisik (cd, kaset, dsb) hingga mekanisme royalty yg njelimet itu.

RBT salah satu yang baru dari perkembangan bisnis. Mengutip Ario Tamat (Universal Music Indonesia), orang memakai RBT lebih karena ingin dilihat, diketahui perasaannya lewat lagu yg terdengar ketika orang menelponnya. needs of self-expression. itulah mengapa RBT lebih populer di Indonesia yang sudah sekian tahun lamanya dibungkam oleh rezim penguasa dan ketika rezim itu lepas maka serta merta orang ingin berekspresi, ingin lebih diketahui.

Aha! artinya culture bisa berubah donk?

needs of self-expression tadi itu juga sudah membawa musik tanah air menjadi tuan rumah di negeri sendiri. lihatin aja tuh inbox sctv, paling nggak sehari ada satu band baru yang lagi coba peruntungan di industri musik. meskipun sudah pada tau jualan cd udah gak laku tapi tetep aja banyak band baru bermunculan.

budaya ada yg murah kenapa beli yg mahal atau klo ada yg gratis kenapa harus beli, jelas menyangkut faktor ekonomi yg krusial. menentang arus artinya dicuekin. jadi selama ini gembar-gembor anti pembajakan emang belum banyak gunanya. polisi menangkap gembong penduplikat cd pun hanya shock theraphy yang ngga berlangsung lama. belakangan juga, banyak label gede mulai mengincar ISP-ISP untuk memblokir akses P2P atau situs-situs download gratisan. tapi rasanya itu semua belum menyentuh akar masalahnya: culture.

so, again.. can people buy original album rather than pirated one? can people respect others intelectual rights? can we change a culture?

komentar lama klik

One Comment

Comments are closed.