Perang melawan pembajakan karya kreatif kerap kali digaungkan di negeri ini, mungkin sejak ditemukannya bisnis rekaman, tapi apakah ada dampaknya? Apakah pembajakan berkurang?
Tempo hari gue menerima sebuah proposal untuk sebuah ajang seminar yang mengulas tentang pemberantasan terhadap download ilegal dan upload ilegal. Yang dimaksud dengan download ilegal adalah mendownload lagu dari situs-situs yang tidak bekerja sama dengan perusahaan rekaman untuk mendistribusikan lagu secara resmi. Upload ilegal juga diangkat sebagai wacana karena dianggap tanpa adanya orang-orang yang mengupload karya-karya musik tersebut di situs-situs apa saja maka tak akan ada download ilegal. Make sense.
Mencoba berkaca dengan industri musik yang ada di luar sana, Amerika Serikat contohnya, yang merupakan negara yang sangat menghargai betul hak intelektual sering kali menghadapkan ke meja hijau orang-orang atau perusahaan yang ‘mencuri’ lagu. Prancis dengan undang-undang Hadopi nya berhasil menekan angka pembajakan di negaranya hanya dalam kurun waktu satu setengah tahun. Korea Selatan berhasil mendorong pertumbuhan industri kreatif dengan menerapkan three-strikes-system untuk melawan pembajakan di Internet.
Indonesia pun mencoba berbagai hal untuk menekan pembajakan ini. Banyak sekali aksi damai turun ke jalan dilakukan artis-artis untuk meningkatkan kesadaran publik terhadap efek negatifnya pembajakan. Aksi lobbying kepada anggota dewan juga kerap dilakukan terutama untuk mendapatkan perlindungan terhadap karya kreatif. Bahkan beberapa waktu lalu, Menkominfo Tifatul Sembiring melalui akun twitter nya mendukung gerakan tutup situs ilegal bagi siapa saja yang melaporkan karyanya telah dicuri.
Namun hal itu belum cukup untuk membinasakan pembajakan di bumi Indonesia. Lihat saja di lantai atas Ratu Plaza Jakarta dimana banyak kios-kios berjualan CD, VCD atau DVD bajakan. Sewaktu gue berkunjung ke Surabaya gue menemukan setidaknya 4 buah download station yang gue yakin betul itu tidak resmi. Pembajakan masih ada.
Banyak yang menganggap ini akibat ketidak seriusan pemerintah melawan pembajakan. Danie Satrio, pengamat musik senior yang juga adalah jurnalis, melihat bahwa fokus pemerintah Indonesia saat ini bukan kepada seni dan budaya. Indonesia sebagai negara berkembang dan merdeka belum satu abad masih perlu memperkuat pondasi-pondasi seperti pemenuhan kebutuhan pokok sandang, pangan dan papan. Seni budaya belum berada di daftar prioritas saat ini. Lalu mengapa pemerintah cenderung lebih memprioritaskan untuk menutup situs-situs yang berbau pornografi ketimbang situs-situs download ilegal? Danie menambahkan bahwa itu adalah soal moralitas dan berkaca pada Pancasila sila pertama, “Ketuhanan Yang Maha Esa”, maka penutupan situs pornografi itu sejalan dengan ini. Lah bukannya pembajakan itu sama dengan mencuri dan mencuri itu dilarang agama?
Berbincang dengan Sumardy, pemerhati marketing, melihat pembajakan di Indonesia adalah culture dari masyarakat Indonesia yang sudah dididik untuk mengkonsumsi sesuatu secara gratis. Ia mencontohkan dengan tayangan sepak bola Liga Inggris yang tayang secara free-to-air lewat satu stasiun televisi harus berhenti tayang karena hak siarnya beralih ke stasiun televisi berlangganan. Hal ini menimbulkan protes keras hingga anggota dewan ikut turun bicara. Budaya gratisan ini telah ada sejak usia dini sehingga mendownload lagu secara gratis di internet dari situs yang tidak resmi bukanlah suatu hal yang dianggap mencuri atau melanggar larangan agama. Ini tidak ada kaitannya soal moralitas karena keterbiasaan mengkonsumsi gratisan.
Gue melihat permasalahannya bukanlah pada pembajakan atau download ilegal ataupun upload ilegal. Yang pertama dilihat adalah keinginan orang untuk mengkonsumsi musik akan terus ada dengan tidak terlalu peduli apakah sumbernya legal ataupun ilegal. Menjawab ini bisa dilakukan dengan cara melancarkan jalur distribusi sehingga akses terhadap music secara resmi akan semakin mudah dan tersebar. Nadia Yustina mempunyai ide untuk menjual lewat lapak-lapak bajakan karena mereka bisa menggelar dagangan di mana saja dengan menyesuaikan harga yang terjangkau konsumen dan menjaga kualitas sehingga akan terputus mata rantai pembajakan. Gue juga melihat GenId lewat unit bisnis, MusikLegal.com, telah berupaya untuk memutihkan situs-situs yang memberikan file musik ilegal dengan menjadi penengah antara situs tersebut dengan pemilik konten dengan berbagai layanannya.
Yang kedua adalah perkembangan teknologi begitu cepat sehingga adopsi terhadap solusi-solusi baru harus dikembangkan. Internet dan teknologi bukanlah momok menakutkan tetapi bisa untuk membantu tujuan kita, jualan musik. Sebagai contoh, orang banyak mengakses YouTube untuk mencari lagu karena kemudahannya dan juga tidak perlu bayar. Ario Tamat beserta kawannya juga tengah mengembangkan layanan music discovery lokal, Ohdio, yang bisa diakses secara gratis. Gue sendiri selalu mencoba menawarkan Nokia Music sebagai platform distribusi kepada label-label di Indonesia. Atau dengan cara memanfaatkan ekosistem Store/Marketplace yang ada di Nokia dengan membangun aplikasi mobile.
Solusi lain yang tengah gue dan kawan-kawan yang peduli akan permasalahan industri musik di Indonesia tengah siapkan adalah dengan berbagi ilmu pengetahuan dengan membudayakan diskusi dan bertukar pikiran. Dengan menjadi katalis-katalis terhadap kreatifitas di negeri yang menurut bang Rhoma Irama populasinya ada 135 juta ini akan mendorong hadirnya solusi-solusi dari siapapun itu dengan bentuk apapun.
Kebanyakan berita soal musik tanah air meliputi gosip, kontroversi dan yang kaitannya dengan musik itu sendiri porsinya kecil. Mudah-mudahan dengan hadirnya media yang berbicara musik dengan mengupas bisnis dan industrinya dapat mendorong tercapainya hal tersebut. Gue selalu senang sekali jika ada pembaca blog gue ini ingin ikut andil baik sebagai narasumber atau ada hal mengganjal yang ingin ditanyakan. Karena harusnya media ini nanti menjadi public domain, milik kita semua. Jika loe kepingin terus dikabarin tentang ini, silahkan subscribe pada blog ini atau tinggalkan komentar. Gue tunggu..! 🙂
Kembali lagi ke kreatifan Musisi…
Pandji dua tahun yang lalu sudah mulai melawan Pembajakan dengan Free Lunch Methode nya. Album ke 3 “Merdesa” di FreeDownloadkan dan dia dapat 100juta dari cara itu. dan tahun kemarin dia menjual DVD Albumnya itu, belum dapat hasil penjualannya, tapi sepertinya banyak yang beli juga untuk Koleksi…
Tahun ini dia Rilis Album ke 4 “32” dengan model yang sedikit di ubah 🙂
jadi maksud mas Ferdi..artis-artis harus mengikuti caranya Pandji?
tetapi apakah semua artis itu bisa seperti Pandji? Pandji kan terkenal, ganteng, pandai bicara, punya program radio, punya program televisi, dsb..
apakah seperti itu? 😀
STOP MAKAR…!
Hentikan MAling KARya
Sebutan Pembajak dalam bidang produk karya intelektual menurut saya
kurang memberikan efek jera, karena perbuatan dan kerugian yang
ditimbulkan tidak seimbang, maka saya mencoba menawarkan suatu istilah
Stop MaKar…yaitu itu Hentikan Maling Karya…jadi jelas perbuatan menggandakan atau
mengcopy karya orang tanpa permisi bisa kita sebut Maling atau
pencuri…dan pembelinya kita sebut Penadah…jadi secara Hukum pun
jelas polisi tinggal memakai pasal KUHP yang mengatur tentang
Pencurian..atau hasil Maling.dan tinggal ditangkap para Maling tsb,
Apalagi kalau kita bersatu dan mengusulkan ke Mahkamah Konstitusi untuk Me replace setiapkata “pembajak” menjadi “Pencuri” Atau “Maling Karya” di KUHP agar hukumnya jelasdaripada istilahnya keren “Pirates” yang kita artikan “Pembajak”, mending kita sebut pencuriatau Maling yang sudah jelas hukumannya, dan siapa yang menyimpan barang curiankita sebut penadah dan sudah jelas juga hukumannyajadi mari kita sosialisasikan gerakan Stop Makar…! Hentikan Maling Karya..!Salam Patriot Musik Indonesia
eric dion
mulai saya tulis:
Thu, 04 Dec 2008 16:35:10 -0800
sangat setuju, bila bajakan2 di hapus bersih karena periuk nasi pencipta lagu, artis dan perusahaan industri rekaman ada di situ..jadi mohon pemerintah dan aparatnya untuk memberantasnya dengan serius..
terimakasih