Musik yang kita dengar, kita download, kita stream ataupun yang ada dalam film telah menjadi bagian dari kehidupan kita. Tetapi tau gak sih loe, kalau sebelum musik yang kita dengar, kita saksikan penampilannya ataupun musik sebelum direkam tadi yang hadir duluan adalah sebuah komposisi musik untuk menjadi sebuah lagu. Kita lihat gambar diatas, sebuah band sedang serius mengkomposisi sebuah lagu. Komposisi musik inilah yang pegang peranan penting dalam me-monetize musik dan yang menjadi pondasi dari industri musik. Bisnis yang membuat, mempromosikan, mengontrol dan melindungi serta mengeksploitasi komposisi musik tersebut merupakan inti dari bisnis music publishing.
Music publishing pertama kali diperkenalkan sekitar tahun 1881 tatkala saat itu yang terjadi adalah jual beli sheet music, lembaran kertas komposisi musik, untuk digunakan dalam sebuah pertunjukan live. Lalu penemuan gramaphone, kaset, dan compact disc membuat musik tak hanya dapat dinikmati melalui pertunjukan tetapi juga dinikmati dalam bentuk rekaman. Penemuan ini mengembangkan bisnis music publishing untuk memberikan ijin perusahan rekaman memproduksi dan memperbanyak lagu yang tercipta dari komposisi musik tadi sehingga membuat penulis komposisi lagu dan publishernya mendapat hak mechanical dari tiap keping produk rekaman terjual.
Penemuan teknologi radio dan televisi pada abad 19 telah membawa komposisi musik tadi dapat terdistribusi lebih luas dan lebih cepat lagi. Penggunaan komposisi musik yang telah bertransformasi menjadi lagu pada film membuat bisnis music publishing mendapat sumber pemasukan baru yang disebut sebagai hak synchronization. Menurut buku This Business of Music karangan M. William Krasilovsky dan Sidney Shemel, dua macam hak yang diperlukan produser film untuk dapat menggunakan sebuah lagu dalam filmnya adalah lisensi untuk hak synchronization dan juga hak perfomance yang mana diperlukan untuk dapat memproduksi, menayangkan dan memperbanyak film tersebut. Kehadiran era digital yang dimulai saat booming internet tahun ’90an, telah merevolusi bisnis musik yang memaksa mereka untuk mengadaptasi perubahan tersebut.
“Musik dapat mengembara kemana saja, didengar dimana saja, dipertunjukkan, direkam dengan berbagai cara. Jadi jangan kaget, pendapatan seorang komposer musik itu bisa dari mana saja,” papar Stephen Navin, Chief Executives Music Publisher Association.
Yang dimaksud sumber pendapatan adalah saat seorang komposer selesai menulis sebuah komposisi lagu lalu memberikan kepada music publisher, mereka akan mendistribusikan komposisi tersebut ke radio yang mana akan menghasilkan pendapatan hasil memutar lagu tersebut di radio yang akan dikumpulkan oleh collecting society. Music publisher juga berhak menjadikan lagu tadi dirilis secara fisik dengan bekerja sama dengan perusahan rekaman. Disini akan menghasilkan pendapatan dari mechanical. Music publisher dapat bekerjasama dengan memberikan lisensi synchronization pada perusahan film untuk menggunakan lagu pada film mereka. Selain itu, lisensi synchronization juga dapat digunakan pada program televisi, pemakaian jingle iklan, video games, hingga pada apps baik desktop maupun mobile.
Dari sini kita melihat pentingnya seorang komposer memiliki hubungan dengan music publisher. Apalagi dengan munculnya berbagai macam media yang dihasilkan dari teknologi yang cepat berkembang. Bayangkan repotnya mengurus hak-hak tersebut sendiri bila music publisher mampu mengerjakan itu semua untuk kita agar terhubung dengan, sebut saja, Nokia Mix Radio, Spotify, YouTube, Pandora, Schott Music, Imagem dan inovasi teknologi lainnya.
Teknologi internet mungkin telah membawa banyak kerugian bagi industri musik terutama akibat ilegal download, tetapi kesempatan yang dapat diraih secara positif dengan memanfaatkan teknologi internet juga tidak terbatas. Tinggal bagaimana strategi kita untuk mengoptimasi ini semua.
2 Comments
Comments are closed.