Music Merchandise: Bisnis Yang Belum Tergarap Serius

My name is Widi Asmoro.

music merchandise everybody loves irene

Music merchandise atau pernak pernik yang berhubungan dengan musik atau artis band banyak digemari namun apakah label musik beserta industrinya sudah memikirkan betul bisnis yang satu ini? Apalagi di era digital yang mana informasi menyebar begitu cepat dan musik begitu cairnya hingga dapat dinikmati ‘secara gratisan’. Industri  musik tengah berjuang untuk bisa mencari pengganti pemasukan yang hilang akibat pembajakan yang semakin menggila di era digital.

Dave Kusek lewat blognya menyarankan agar industri musik memikirkan serius bidang jualan merchandise untuk industri musik dapat terus menghasilkan uang. Ia membandingkan antara bidang rekaman, publishing dan jualan tiket pertunjukan yang mendapat perhatian lebih daripada bidang jualan merchandise. Dia memberikan banyak contoh dan peluang yang dihasilkan bila industri musik mau setidaknya untuk fokus dan memodernisasikan jualan merchandise.

Beberapa waktu lalu, gue bertemu orang dari industri musik yang sebetulnya sudah memikirkan untuk konsentrasi di jualan merchandise. Dia mengambil pengalaman nyata saat berjualan sarung tangan panjang yang secara ‘tidak sengaja’ digunakan oleh seorang selebriti di acara komedi televisi. Dia tidak memiliki toko fisik dan hanyalah toko online yang mengandalkan jualan lewat BlackBerryMessanger. Dari situ, dia melihat peluang untuk lebih serius mengembangkan bisnis merchandise artis atau musik sangat terbuka lebar.

Contoh lainnya adalah band Seringai yang menjual musik mereka sepaket dengan fashion metal yang trendy. Apalagi mengingat jalur independen yang mereka tempuh yang membuat mereka tidak dapat menikmati keindahan jualan lewat KFC. Merchandise adalah salah satu yang dapat membuat mereka bertahan dan terus diingat oleh banyak orang.

Beberapa hal yang menurut gue bisa menjadi dasar untuk lebih serius menggarap bisnis music merchandise ini, yaitu:

1. Fashion over music. Meskipun profesinya adalah musisi tetapi jadikanlah panggung musik sebagai sarana catwalk untuk memeragakan keluaran terbaru dari rumah busana milik sendiri.

2. Value for price. Music fans tetaplah customer yang menginginkan nilai ekonomis saat membeli sebuah barang. Strategi bundle atau limited edition bisa diterapkan disini asal eksekusi cermat.

3. Diversifikasi. Bicara soal merchandise bukan cuma soal kaos, tetapi pikirkan juga mug, gantungan kunci, sticker dan sebagainya. Kurangi resiko jualan dengan satu jenis barang secara masif dengan menghadirkan berbagai macam secara terukur.

4. Online as your point of sales. Internet sudah sebegitu lumrahnya digunakan. Jadikanlah ini toko yang dapat dikunjungi kapan saja dan dimana saja. Mudahkanlah pembeli dengan metode pembayaran yang terpercaya.

5. CD as your merchandise. Menyebarkan karya musik secara gratisan di internet mungkin sebuah cara yang loe tempuh buat mempromosikan musik. Jangan lupakan juga journey para music fans setelah suka dengan karya musik loe. Pengalaman gue mengatakan saat music fans sudah jatuh cinta mereka menginginkan satu bentuk musik yang tangible yaitu bisa saja CD.

Yap! Itulah beberapa hal yang sempat terlintas dipikiran saat gue di Bristol saat ini 🙂

 

4 Comments

  1. Bener juga Mas. Seperti yang baru-baru ini diulas harian Kompas. Kalau musisi mengandalkan penjualan album semata bakal susah bertahan. Sebab MP3 merajalela dimana-mana. 

    1. klo MP3 nya dari layanan musik yang legal bagaimana?
      gue ngeliatnya artikel fokus kompas bbrp minggu lalu agak mislead.. 🙁

  2. Universal Music acquired Bravado a few years ago, so yeah. Note that even Universal Music Indonesia is now even selling music-themed iPhone cases in Jakarta now…

    1. thanks Ario
      i found that iPhone case while i browse Mall Taman Anggrek a couple weeks ago. but unfortunately… it’s in CD store.. which today’s people almost not visiting any more 🙁

Comments are closed.