Peta distribusi musik terutama di Indonesia menunjukkan gejala perubahan yang signifikan di tahun ini. Perubahan ini dipacu dengan kehadiran teknologi, dukungan infrastruktur dan investasi asing yang mulai melihat Indonesia sebagai pasar potensial. Investor asing menyebut Indonesia sebagai untapped market dengan potensi pertumbuhan penduduk dan tingkat konsumerisme yang menjanjikan. Sebuah laporan dari perusahaan layanan pembiayaan, Credit Suisse, menyiratkan daya beli orang dewasa di Indonesia menunjukkan peningkatannya sejak tahun 2000. Bahkan peningkatan ini melampui India. Credit Suisse melihat potensi Indonesia dengan 2% populasinya memiliki kekayaan sekurangnya US$ 100,000.
McKinsey Global Institute bahkan menegaskan bahwasanya Indonesia kini telah menjadi negara urutan ke-16 terbesar dengan kekuatan ekonominya. Pengeluaran dari sektor pribadi dikucurkan sebanyak 80% untuk telekomunikasi, baik itu untuk layanan suara (voice services) maupun layanan data. Tentunya ini akan menjadi tumbuh besar sebagai sumber penghasilan pada sektor telekomunikasi. Lihat saja jumlah pengguna broadband internet tetap telah tumbuh sekitar 40% per tahun selama kurun waktu 4 tahun belakangan. Dan diperkirakan akan tumbuh lagi sekitar 23% per tahunnya untuk periode 2013 hingga 2017. Bayangkan, jika ini berlangsung stabil maka akan menyebabkan jumlah pengguna akan meningkat hingga total 7 juta pelanggan. Potensi ini yang dilihat oleh para investor asing terutama yang bergerak pada penyedia layanan musik untuk memperhitungkan Indonesia.
Distribusi musik tradisional yang mengandalkan ritel lambat laun ditinggalkan tetapi bukan menghilang, catet ya, bukan menghilang! Distribusi musik sistem tradisional yang mengandalkan jalur transportasi baik darat, laut dan udara terkendala tantangan mengingat faktor geografis Indonesia yang merupakan negara kepulauan. Sedangkan musik tidak lagi bisa menunggu, hit yang ada sekarang harus bisa menjangkau masyarakat luas. Harus dapat dinikmati sekarang juga, kapan saja dan dimana saja. Distribusi musik tradisional tidak sanggup melayani itu.
Akhirnya distribusi musik akan banyak bergantung pada jalur modern dengan memanfaatkan teknologi informasi, internet. Telkom telah berencana untuk membangun sekurangnya 100 ribu jaringan WIFI di sekolah-sekolah di Indonesia. Kesepakatan ini telah tertuang dalam nota kesepahaman yang ditandatangani Direktur Enterprise & Telkom M Awaluddin dan Sekjen Kemendikbud Ainun Na’im yang disaksikan juga oleh Mendikbud Muhammad Nuh. Meskipun ini adalah untuk sektor pendidikan dan sekolah, namun dengan adanya 100 ribu jaringan WIFI tersebut akan membuka akses internet ke desa-desa di seluruh Indonesia. Apalagi segmen anak sekolah adalah segmen yang haus akan hiburan. Dan segmen anak sekolah ini mempunya usia konsumerisme yang akan panjang. Edukasi yang konsisten tentang mengkonsumsi musik digital akan menjadikan sebuah tradisi dan berubah menjadi budaya baru mengkonsumsi musik.
Jika melihat dari sisi layanan musik, para investor asing sudah mulai melihat Indonesia. Sebagai contoh adalah Nokia Music yang telah melayani pasar musik Indonesia dari tahun 2010 tetap konsisten hingga tahun ini apalagi dengan program Nokia Cinta Musik Indonesia. Mereka menarik perhatian para pecinta musik Indonesia untuk mendownload musik secara resmi. Kehadiran iTunes yang secara resmi beroperasi melayani pasar Indonesia akhir tahun 2012 dan agresi Deezer untuk menaklukan pasar musik dapat menjadi acuan untuk optimis arahnya distribusi musik digital. Bahkan platform video streaming YouTube yang dimiliki Google juga digadang-gadang sebagai sumber revenue pekerja kreatif berikutnya. Hal ini juga menunjukkan bahwa layanan musik di Indonesia tidak lagi dimainkan hanya oleh operator telekomunikasi meskipun peran operator telekomunikasi semakin berarti saat ini.
Selain itu juga, hadirnya beberapa platform layanan musik yang dibuat oleh lokal semakin bermunculan. Contohlah layanan on-demand streaming Ohdio dan juga layanan musik Dotuku. Kabarnya malah bahkan ada distributor musik fisik yang biasanya melalui restoran cepat saji sudah berfikir untuk membuat layanan musik digital guna semakin akrab dengan segmen anak muda.
Kesadaran para musisi dan pekerja di bidang hiburan ini untuk segera merapatkan barisan menuju distribusi digital semakin tampak menggeliat. Tahun lalu gue sempet menuliskan profil tentang Gotong Royong Music yang merupakah sebuah usaha aggregator musik lokal. Lalu ada Mistral Music dan juga Locker Media yang juga menyediakan jasa untuk membantu mendistribusikan lagu para musisi Indonesia secara digital ke layanan musik yang ada di seluruh dunia.
Gejala-gejala diatas semakin dapat menyiratkan perubahan pada distribusi musik di Indonesia. Industri musik akan semakin tergantung pada internet. Meskipun ini juga bukan tanpa halangan. Pembajakan di internet masih menjadi momok menakutkan. Inovasi dan regulasi yang mungkin bisa menyembuhkan ini.
Yang jelas adalah penggemar musik Indonesia semakin punya pilihan untuk memiliki lagu. Tinggal bagaimana kita sebagai penghasil lagu memberikan karya-karya kreatif kepada mereka. Let’s think digital!
One Comment
Comments are closed.