Bagaimana nasib Kikan ‘ex-Cokelat’, Duo Maia dan Glenn Fredly, ex artis Sony Music yang kini merilis albumnya lewat jalur independen?
Bulan ini gue agak konsumtif dalam membeli CD musik. Gue membeli CD Duo Maia dan Tipe-X di Indomaret yang harga satuannya adalah Rp. 25.000,-. Di minggu berikutnya saat gue dan keluarga sedang di Pacific Place, gue menyempatkan mampir ke Societie dan membeli album Glenn Fredly yang seharga Rp. 75.000,-. Buat gue membeli 3 CD dalam kurun waktu sebulan adalah cukup konsumtif apalagi untuk album lokal karena biasanya gue hanya membeli sesekali saja. Ketertarikan gue membeli album Duo Maia dan Tipe-X adalah kedua musisi ini merilis albumnya tidak melalui gerai CD biasanya seperti Aquarius , Disctarra atau Societe. Yah semacam bentuk nyata dukungan gue terhadap musisi Indonesia juga dengan membeli produk fisik, meski gue sudah terbiasa dengan digital download.
Disini gue ingin mengangkat tentang artis Sony Music yaitu Duo Maia dan Glenn Fredly yang tak lagi bernaung di bawah Sony Music dan memilih melanjutkan karir melalui jalur independen. Album Duo Maia dirilis oleh Le Moesik Revole dalam bentuk slim-case cartoon yang sangat ekonomis. Berjudul Duo Maia and Friends “Rindu Kamu”. Berisi 8 buah lagu dengan komposisi 3 buah lagu diantaranya merupakan lagu berjudul sama namun dalam aransemen berbeda dan 4 buah lagu lainnya merupakan bonus track.
Saat mencoba mendengarkan kepingan CD nya ada perasaan terganggu dalam urutan lagu-lagu yang telah disusun. Buat gue kemewahan dalam membeli CD musik dibandingkan musik digital adalah komposisi penyusunan urutan lagu yang tidak teracak oleh program. Ini membantu gue memahami maksud dari si artis yang ingin disampaikan secara utuh lewat albumnya. Selain itu, kemewahan lainnya adalah soal artwork. Okelah album Duo Maia disasar untuk mendapatkan harga paling ekonomis agar saat didistribusikan di gerai indomaret tidak terasa mahal. Tetapi kalau separasi warna sampul depannya terasa agak murahan sebenernya gue sedih juga. Foto Maia dan MeyChan yang dibuat agak kecoklatan malah tidak menampakkan kecantikan keduanya. Okelah berpikir positif saja, ini mungkin konsepnya demikian. Saat membalik ke sampul belakang, seperti album-album artis pada umumnya, terdapat sejembreng kode RBT yang sayangnya sulit terbaca akibat font artistik yang kebangetan. Padahal ini adalah kesempatan up-sell mereka yang menjadi sia-sia. Secara keseluruhan rekaman audio dari album ini tidaklah mengecewakan.
Untuk album Glenn Fredly “Luka, Cinta & Merdeka” harga yang ditukar untuk album berbentuk digi pack ini terasa sedikit mahal, Rp 75.000,-. Biasanya album lokal paling mahal seharga Rp. 35.000,- tapi buat membeli karya dari artis sekelas Glenn Fredly harga segitu bolehlah. Sebagai catatan saja, sewaktu gue masih bekerja di Sony Music, kami pernah merilis sebuah economic CD Glenn Fredly “Happy Sunday” seharga Rp. 25.000,-. Untuk album anyar “Luka, Cinta & Medeka” ini gue suka konsepnya. Warna-warni sampul album dan artworknya masih mendukung dengan harga yang harus dibayarkan konsumen pecinta musik. Album yang dirilis dan didistribusikan dibawah Royal Prima Musikindo ini tidak dikotori dengan jembrengan kode ringback tone ataupun logo-logo partner. Namun gue merasa masih ada satu yang kurang disini.
Dari kedua album itu, ada satu kesamaan yaitu hilangnya peran Jan Djuhana yang sebelumnya kerap menjadi produser album-album mereka. Peran seorang produser yang menjaga sisi artistik dari sebuah karya musik agar selaras ketika di komersialisasikan. Baik Duo Maia dan Glenn Fredly sudah tidak lagi terikat kontrak sebagai artis Sony Music. Begitu pula Jan Djuhana yang pertengahan tahun lalu mengundurkan diri dan hanya menjadi konsultan A&R di Sony Music.
Peran A&R atau artist and repertoire dalam sebuah perusahaan rekaman bukan hanya soal menemukan talenta bermusik dan mengemasnya agar dapat dijual. Namun juga bertanggung jawab agar karir si talenta tadi dapat terus berkembang. Sebuah materi rekaman kasar ketika melewati bagian A&R akan dipermanis dengan berbagai cara agar memuaskan penikmat musik. Yah, di era digital kini peran A&R telah didemokratisasi dengan platform-platform semacam YouTube atau Twitter yang mana orang umum dapat memberikan komentar secara langsung tentang suka atau tidaknya sebuah lagu. Tetapi untuk full-album, peran bagian A&R mumpuni harus tetap diperhitungkan. Aquarius Musikindo bahkan mempunya tiga orang yang berperan sebagai Quality Assurance sebuah album sebelum dirilis.
Gue sempat bertemu dengan Jan Djuhana pada satu acara pernikahan kolega. Saat itu Pak Jan, sapaan akrabnya, bertutur tentang kegiatannya pasca mundurnya ia dari Sony Music. Beliau sedang menggarap proyek merilis single Kikan ‘ex-Cokelat’ dan Cakra Khan. Kikan yang keluar dari Cokelat dan memutuskan bersolo karir dengan mempertajam kemampuan panggungnya dengan memiliki reguler show di sebuah kafe. Single terbaru Kikan yang berjudul Serasa merupakan lagu daur ulang yang lewat kepiawaian Jan Djuhana single ini sempat memuncaki chart radio-radio di pertengahan tahun lalu.
“Yang terpenting dari sebuah musik adalah materi musiknya sendiri, nanti marketing hanya membantu memasarkan lebih luas lagi,” papar Pak Jan lugas.
Peran produser yang biasanya ada dibagian A&R memang sangat krusial dalam menentukan kesuksesan sebuah album. Sony Music sendiri menurut pantaun gue di tahun lalu setidaknya merilis 11 judul single yang masuk ke dalam chart radio.
Lagu-lagu baru tiap harinya terus bermunculan dan juga semakin variatif menunjukkan talentanya. Penikmat musik sebagai konsumen juga diberikan berbagai macam pilihan lagu atau album mana yang mau mereka beli. Jika musisi tidak memikirkan kepuasan penikmat musik atau merilis album hanya sekedar rilis memenuhi kuota buat gue sangat disayangkan. Semoga Kikan, Duo Maia dan Glenn Fredly yang sudah tidak lagi didukung oleh tim marketing Sony Music mampu menggebrak pasar Indonesia sekali lagi dan memuaskan telinga penikmat musik tentunya.
“Saat mencoba mendengarkan kepingan CD nya ada perasaan terganggu dalam urutan lagu-lagu yang telah disusun.”
Itulah kenapa “sequencing” ( susunan tracklisting atau urutan lagu ) menjadi super-super penting dalam menciptakan sebuah album. Tanpa “sequencing” yang tepat sebuah album dapat memberikan “perasaan terganggu” walaupun lagu-lagu tersebut terdengar bagus bila didengarkan secara sendir-sendiri.