Secuil Ide Buat Performing Rights di Indonesia

My name is Widi Asmoro.

performing rights

Blog kali ini mencoba membahas kembali soal performing rights di Indonesia dengan memberikan secuil ide ditengah kebimbangan mencari bisnis model baru yang sustain di industri musik.

Performing rights kadang dianggap sesuatu yang sepele bagi pemilik karya cipta karena angka prosentasenya kecil ketimbang uang yang dihasilkan dari mechanical rights (jualan produk rekaman). Padahal performing rights itu bisa didapatkan karena lagu tersebut diputar berulang-ulang di tempat umum dan menimbulkan nilai komersil serta keuntungan bagi pemutarnya atau yang biasa disebut sebagai pengguna lagu.

Sebagai contoh saja pengguna lagu adalah tempat karaoke yang sebetulnya mendapatkan keuntungan dari pengunjung yang menikmati lagu sambil bernyanyi. Lagu-lagu yang mereka gunakan ini menciptakan bisnis buat mereka. Lalu apakah ada bagian keuntungan yang disisihkan buat pencipta lagu yang lagunya sudah dipakai untuk mendatangkan bisnis?

November lalu sempat terjadi kisruh pembayaran royalti antara jaringan karaoke terbesar: Inul Vista dengan lembaga pemungut kolektif: KCI. Hal ini menjadi berlarut-larut dan makin ruwet padahal jika semangatnya sama yaitu untuk memajukan industri musik, bisa dong yah ada jalan tengah yang sama-sama untung.

Permasalahannya Adalah…

Karaoke adalah satu contoh bisnis yang menggunakan musik atau lagu untuk mendatangkan keuntungan yang lebih besar. Ada lagi selain karaoke yang juga menggunakan musik atau lagu demi keuntungan, contohnya adalah radio karena dengan adanya lagu yang diputar mereka mendapatkan sejumlah pendengar yang kemudian dijual untuk mendatangkan iklan. Mal-mal atau cafe juga memutarkan musik sebagai latar untuk menambahkan suasanya nyaman. Meskipun terasa sepele, musik telah digunakan sebagai elemen untuk bisnis mereka.

Namun dengan dalih sebagai promosi oleh pemilik hak cipta agar musiknya dapat hits dengan seringnya diputar menjadikan soal ‘berbagi keuntungan’ tadi dianggap sudah lunas. Padahal pengguna lagu (biasa disebutnya) tadi terus mengeruk keuntungan finansial yang lebih sekedar daripada hal yang semu: ketenaran. Masalah lain adalah tidak adanya satu mekanisme ataupun informasi yang jelas bagi pengguna lagu untuk berbagi keuntungan finansial ini kepada pemilik lagu yang telah membantu bisnisnya. Silahkan baca kembali Kisah Landak di Musim Dingin ini.

Potensi Keuntungan

Bisnis musik seharusnya memang tidak hanya dilihat dari menjual produk rekaman seperti CD, kaset digital download saja. Penghasilan dari manggung dan jualan merchandise juga bagian dari bisnis musik. Dan lainnya adalah mendapatkan hasil dari performing rights ini.

Kita sudah melihat dan merasakan tren format musik selalu akan berganti jadi tidak bisa berpatok pada satu saja. Manggung pun memiliki masa nya sendiri. Namun orang mendengarkan musik akan selalu ada baik itu mendengarkan musik di radio, televisi ataupun menyanyikannya di tempat karaoke. Apalagi melihat bisnis karaoke di Indonesia belakangan ini semakin menjamur dan semakin banyaknya radio yang memberikan porsi siarannya untuk lebih banyak musik ketimbang cuap-cuap penyiar serta melebarkan jangkauan siarannya lewat streaming. Ini adalah strategi bisnis mereka untuk mendapatkan lebih lagi dan tentunya dengan memanfaatkan musik yang ada.

Contohlah industri musik di Malaysia yang mampu bertahan ditengah menurunnya jualan album fisik dan tengah menjejaki babak baru digital. Mereka masih memiliki lumbung padi dengan adanya sistem lisensi satu pintu yang dengan tertib para pengguna lagu menghargai hak pemilik lagu yang telah membuat mereka untung. Bisalah kita meniru dari mereka yang sudah cukup berhasil.

Lalu Apa Solusinya, Wid?

Masalahnya sudah gue uraikan diatas yaitu selain kerelaan berbagi keuntungan dari para pengguna lagu ada juga soal mekanisme untuk memberikan hak performing rights ini. Untuk masalah kerelaan seharusnya bukan masalah malah hal ini sudah ditegaskan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 terutama pasal 12 menyatakan perlindungannya terhadap lagu atau musik yang dengan teks/lirik ataupun tidak. Artinya setiap lagu yang diciptakan dan diumumkan kepada khalayak luas telah dilindungi.

Dalam Undang undang ini Ciptaan yang dilindungi adalah Ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, yang mencakup:

d. lagu atau musik dengan atau tanpa teks;

Dan pasal 18 ayat 2 yang jika ditafsirkan lebih jauh lagi telah memberikan lindungan terhadap pemilik hak cipta yang meskipun karyanya ditayangkan demi kepentingan negara maka untuk tayangan berikutnya (re-run) pemilik hak cipta berhak mendapatkan imbalan terhadap keuntungan yang dihasilkan dari penayangan ulang tersebut. Jika demikian penayangan yang bukan demi kepentingan negara malah harusnya pemilik hak cipta berhak untuk mendapatkan imbalan.

2. Lembaga Penyiaran yang mengumumkan Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang mengabadikan Ciptaan itu semata-mata untuk Lembaga Penyiaran itu sendiri dengan ketentuan bahwa untuk penyiaran selanjutnya, Lembaga Penyiaran tersebut harus memberikan imbalan yang layak kepada Pemegang Hak Cipta yang bersangkutan.

Payung hukum jelas tinggal bagaimana perangkat hukum menjalankan mandatnya. Tindakan represif mungkin terlalu radikal, gue melihatnya ini haruslah sebagai bentuk kampanye bersama untuk membangun lagi industri musik Indonesia yang lebih baik. Bolehlah dibumbui semangat nasionalisme dengan memanfaatkan potensi ekonomi kreatif di Indonesia. Baiknya memang hal ini datang sebagai sebuah solusi buat sesama.

Soal mekanisme, gue rasa kita bisa memanfaatkan teknologi internet sekarang ini. Indonesia bukanlah wilayah yang terbelakang untuk soal akses internet. Gue coba kesampingkan dulu masalah kompetisi antar lembaga manajemen kolektif di Indonesia mengenai siapa yang layak untuk memungut. Sekarang kita fokus saja dulu tentang bagaimana cara memungutnya. Pastinya dasar pemungutannya harus jelas yaitu karya lagu ini milik siapa dan berapa banyak karya lagu ini diputar.

Pengguna lagu baik itu pengusaha karaoke, pemilik stasiun radio ataupun pengelola mal dan cafe haruslah memiliki lisensi untuk menggunakan lagu secara legitimate. Dengan lisensi ini mereka diberikan kemudahan untuk akses ke jutaan lagu dan mendapatkan update setiap saatnya. Gue kepikirannya seperti berlangganan bulanan TV kabel dengan berbagai channel dan mereka dapat menonton tayangan apa saja dengan sistem flat-fee.

Dalam hal ini pengguna lagu mungkin dapat mengakses satu platform tertentu untuk mendapatkan lagu-lagu yang mereka inginkan. Tak hanya lagu, platform ini juga memberikan mereka referensi atas playlist-playlist tertentu. Gue yakin banget pengelola mal atau cafe membutuhkan hal yang seperti ini karena kadang mereka kesulitan untuk menentukan lagu apa yang pas dengan tema mal atau cafe mereka. Tinggal di streaming melalui platform ini lalu di cache offline mereka dapat memutarkan lagu-lagu yang mereka inginkan.

Platform ini akan mencatat lagu-lagu apa saja yang pengguna lagu putar. Sehingga bisa menjadi dasar untuk berbagi antar para pemilik lagu dari poll lisensi musik yang terpakai, Bagi mereka para pengguna lagu dengan memperoleh lisensi ini mereka mendapatkan solusi untuk kemajuan bisnisnya juga. Service level guaranteed laaah!

2 Comments

  1. Sedang disiapkan oleh Asirindo. Lebih lanjut silahkan hubungi Pak Jusak

Comments are closed.