Melihat bertumbuhnya layanan-layanan streaming musik di Indonesia banyak yang penasaran akankah layanan tersebut dapat mendobrak market yang dibilang masih sangat tertinggal ini. Apalagi setelah kehadiran MixRadio yang tampil sebagai layanan berbasis streaming di Indonesia sejak Oktober 2013 diikuti dengan agresifnya layanan global lain seperti Deezer dan Rdio menimbulkan pertanyaan apakah streaming bisa menjadi masa depan buat industri musik Indonesia?
Problematika Industri Musik Asia
Minggu lalu di acara tahunan konfrensi Music Matters di Singapura, ada satu panel yang mempertemukan layanan-layanan musik yang beroperasi di Asia. Ada Deezer yang diwakili oleh Mathieu Molinero yang adalah Head of New Markets, Rdio yang langsung diwakili oleh CEO nya Anthony Bay, perwakilan dari firma hukum John McLellan dari Haldanes, lalu MixRadio yang diwakili oleh Jamie Robertson yang merupakan Director Entertainment Microsoft di APAC, Google Music/YouTube yang diwakili oleh Ruuben van den Heuvel, Head of Music Partnerships Google, dan Guvera diwakili oleh Pontus Sonnerstedt.
Ngobrol-ngobrol mereka berkutat seputaran masalah ‘piracy’ yang sangat kental di Asia, sementara bisnis yang mereka jalankan harus menjadi solusi dari masalah tersebut. Kehadiran layanan musik, terutama streaming, yang resmi adalah salah satu pemecahnya. Kenapa? Pasar Asia yang akrab dengan ‘piracy’ ini sebetulnya bukannya tidak menyukai musik. Tetapi daya beli yang juga selalu disertai dengan skala prioritas untuk mengkonsumsi musik bukanlah menjadi yang utama. Beruntungnya, pasar Asia sudah pernah belajar mengkonsumsi musik lewat berlangganan di jaringan telco/operator. Kemudahan mendapatkan musik dan juga model pembayaran yang terselubung dengan biaya komunikasi membuat konsumsi musik menjadi bukan beban lagi. Panel ini juga sempat mengungkapkan problematika agar sebuah layanan dapat segera beroperasi di Asia.
Oh iya, panel ini juga mengundang Haldanes yang merupakan notaris hukum yang beroperasi di Asia dan membantu banyak layanan-layanan musik untuk bernegosiasi dengan pemilik konten lokal. Problematika yang terungkap adalah pasar Asia seperti “wild, wild, west” yaitu rimba belukar yang masih belum teratur. Untuk mendapatkan lisensi untuk layanan streaming bisa beroperasi biasanya sebuah layanan musik memerlukan dua hak dari pemilik konten yaitu mechanical rights and publishing rights. Dan di Asia, untuk mencari siapa-siapa pemegang hak ini suka menjadi rancu karena kadang perusahaan rekaman juga merangkap sebagai publishing. Belum lagi jumlahnya yang banyak dan mereka berjalan masing-masing dengan standar yang berbeda-beda.
Potensi Asia Yang Seperti Lahan Hijau
Asia memiliki jumlah populasi yang sangat besar, apalagi jika melihat ada Cina, India dan Jepang di kawasan ini. Jyrki Rosenberg, VP Entertainment Microsoft, memaparkan panjang lebar dalam blog nya http://nokiamixradioblog.tumblr.com/post/87627849938/where-is-the-real-growth-in-digital-music. Dalam risetnya, indikasi pertumbuhan pengguna layanan streaming akan bertambah hingga 75% dalam kurun waktu lima tahun mendatang. Hal ini didorong oleh kepemilikan gadget pintar aka smartphone dan juga makin meratanya jaringan 3G dan 4G.
Jyrki menambahkan lagi, pangsa pasar Asia merupakan potensi tinggi dengan adanya fakta mendengarkan musik kebanyakan dari perangkat bergerak hingga 83%. Angka ini diatas dari mendengarkan musik lewat laptop ataupun iPod. Ia menggaris bawahi tentang pentingnya pasar ini meskipun harus menempuh proses edukasi mengubah kebiasaan mendownload jadi streaming musik.
Hal ini ditegaskan pula oleh riset yang dilakukan oleh Strategy Analytics yang menemukan fakta 72% pemilik perangkat bergerak/mobile mendengarkan musik melalui perangkatnya secara aktif. Setidaknya dalam seminggu sekali mereka mendengarkan musik.
Dan Musik Streaming Buat Indonesia
Firma konsultasi dan audit, PricewaterhouseCoopers, dalam rilisan prediksi media dan hiburan baru-baru ini memaparkan sebuah pertanda bagus. Laporan mereka mengindikasikan pendapatan global industri musik dari sektor streaming akan menanjak naik 13.4% dalam lima tahun mendatang. Dan dalam tahun 2018 laporan ini menindikasikan sumbangsih negara-negara berkembang terhadap pendapatan industri musik sebesar 21,7% dan ini termasuk sumbangsih dari Indonesia.
Potensi terbesar dari Indonesia ada di populasi yang menggunakan ponsel. Seperti dikutip dari detik yang juga mengutip dari CIA dan Nielsen (http://inet.detik.com/read/2013/08/21/112207/2336008/398/3/posisi-indonesia-di-percaturan-teknologi-dunia), menyebutkan bahwa jumlah pengguna ponsel di Indonesia cukup tinggi. Mencapai 236,8 juta pelanggan seluler. Dari jumlah itu, belum terdata berapa orang yang memiliki ponsel lebih dari satu. Indonesia pun menempati posisi kelima negara dengan jumlah pengguna ponsel terbanyak di dunia.
Tidak bisa dipungkiri, pasar terbesar ponsel di Indonesia adalah feature phone, alias ponsel jadul yang hanya menawarkan fungsi komunikasi dasar seperti menelepon dan SMS. Meski adopsi smartphone tercatat makin melonjak. Riset dari lembaga AC Nielsen mencatat 95% pengguna ponsel di Indonesia memanfaatkan alat itu untuk menjelajahi Internet. Bahkan tidak sedikit penduduk yang memiliki ponsel, tapi tidak memiliki komputer atau laptop.
Fakta lain adalah bentuk negara Indonesia yang terdiri dari pulau-pulau merupakan tantangan tersendiri untuk mendistribusikan musik. Lewat jaringan internet lah sebuah musik yang baru saja selesai diproduksi di Jakarta bisa dalam waktu singkat dinikmati di ujung pulau Sabang.
Terakhir, masyarakat Indonesia adalah konsumen musik yang aktif namun dalam saat yang bersamaan hanya ingin mengeluarkan uang seperlunya saja untuk konsumsi ini. Berlangganan streaming dirasa sangat masuk akal. Dengan nominal yang dikeluarkan jauh lebih sedikit ketimbang membeli lagu, mendengarkan lewat streaming dapat memuaskan dahaga akan hiburan dari berjuta lagu yang ditawarkan dari katalog musik layanan-layanan streaming yang ada.
bahasan yang menarik.Informasi ini sangat berguna sebenarnya bagi banyak musisi era sekarang ini.Sayang ga bayak yang benar2 peduli dengan informasi seperti ini.Kecuali mereka disuruh bayar aja sekalian LOL . Salam kenal dari sesama pemilik passion tentang music marketing
terima kasih atas apresiasinya 🙂