YouTube adalah fenomena buat industri media. Bukan hanya karena popularitasnya ditonton jutaan orang, tetapi bagaimana mereka menjadi mesin uang buat para kreator muda. Sebagai media sosial bersifat user-generated-content, YouTube berhasil membuat media yang tak habis bahan. Ini berkat kreatifitas dari para penggunanya yang mengunggah berbagai macam konten video. Mau dari curhat, jalan-jalan dan yang paling menjadi favorit yaitu tips “how-to”.
Kuncinya di Konten
Konten yang bagus dan deskripsi yang jelas menghadirkan penonton, semakin banyak semakin sering iklan dilihat, dan semakin banyak juga uang yang dapat dihasilkan. Itu rapal mantra para YouTube Persona saat mengarungi samudra platform video YouTube ini.
Keberhasilan YouTube untuk memotivasi para penggunanya untuk tidak hanya sekedar menjadi penonton tetapi juga sebagai pembuat konten memang terbukti berhasil. Dengan iming-iming pendapatan uang yang dihasilkan dari pembagian pemasukan iklan Google yang tayang di video yang dibuat penggunanya, mereka semakin haus untuk membuat dan membuat lagi video demi mendapatkan jumlah tayang yang besar. YouTube pun semakin tidak kehabisan alasan untuk selalu dikunjungi oleh banyak orang.
Perpaduan antara judul konten, deskripsi konten hingga seberapa provokatif isi konten untuk mendulang komentar menjadi ajang pertarungan sengit untuk mendapatkan angka penonton yang banyak. Integrasi komentar YouTube dengan Google+ menjadikan komentar video menambah efek viral video tersebut.
Salah satu yang gue favorit adalah Mike dari Vsauce. Beliau mampu mengawinkan informasi umum menjadi sebuah konten yang menarik. Cek deh Vsauce channel di YouTube yang punya pelanggan 7 juta dari seluruh dunia. Loe bakal menemukan info-info seperti kenapa warna mata kita biru atau apakah orang akan kehabisan musik yang kenyataannya cuma punya 6 nada do-re-mi-fa-sol-la-si. Foto di artikel ini adalah gue saat bertemu dengan Mike di Music Matters bulan lalu.
Masalahnya Uang Yang Dihasilkan Terlalu Sedikit
Gue selalu mendengar keluhan yang sama saat bertanya tentang YouTube, “The money just isn’t there!”
Banyak para kreator YouTube mengeluhkan hasil yang mereka dapat tidak besar –meskipun lebih baik dibandingkan tidak dapat sama sekali saat konten video mereka dibajak. Budget produksi dan serta promosi seadanya tidak serta merta mengembalikan investasi tersebut dari hasil pendapatan iklan yang dibagikan YouTube. Memang kisaran bagi hasil iklan rata-rata diambil 46% untuk YouTube dan para kreator merasakan jerih-payah mereka menjadi sia-sia.
Susan Wojcicki, pemimpin YouTube yang baru dan juga pegawai Google nomer urut 16, mendengar keluhan-keluhan ini. Dalam beberapa hari setelah dikukuhkan menjadi pemimpin, Susan sudah langsung blusukan mengunjungi para kreator YouTube untuk mendengarkan secara langsung keluh kesah mereka. Susan percaya betul bahwa darah yang mengalir di YouTube adalah berkat jerih payah para kreator. Dikutip dari majalah FastCompany edisi September, Susan ingin terus berada di pihak para kreator agar mereka terus giat menghasilkan konten yang bagus dengan ditunjang pemasukan yang lancar. YouTube pun tengah berusaha untuk menawarkan paket berlangganan yang akan memberikan bagi hasil yang cukup bagi para kreator.
George Strompolos dari rumah produksi Fullscreen berbagi pada Bloomberg Businessweek edisi September bahwa pemikiran untuk menjadikan YouTube sebagai satu-satunya sumber adalah salah kaprah. Strompolos melihat bahwa hasil yang didapat mustilah kombinasi dari pendapatan iklan YouTube beserta elemen lain seperti jualan merchandise, endorsement, penampilan off-air dan sebagainya. Ia mengambil contoh yang sama yang terjadi di industri perfilman dimana tidak bisa sepenuhnya menggantungkan hasil dari jumlah tiket nonton yang terjual (dia mungkin belum pernah ke Indonesia).
Brian Robbins dari AwesomnessTV juga sangat optimis untuk terus mengembangkan usahanya sebagai wadah para konten kreator lewat YouTube. Reza Izad dari Collective Digital Studio yakin benar bahwa paradigma YouTube saat ini mirip dengan kemunculan jaringan TV kabel 15 tahun yang lalu dimana butuh waktu untuk pendewasaan. Yang jelas adalah anak-anak jaman sekarang sudah berinteraksi lewat YouTube untuk menyerap informasi secara cepat.
Selebriti Mendatang, YouTube Persona
Ya ya ya.. kembali lagi kita mengulang jumlah populasi penduduk Indonesia dan juga tingkat pertumbuhan pengguna internet yang semakin meningkat. Milward Brown AdReaction edisi tahun 2014 terungkap bahwa konsumsi masyarakat Indonesia melihat layar sangat tinggi dan dominasi masih terjadi di konsumsi menonton televisi meskipun konsumsi menonton layar handphone juga besar. Perubahan akan segera terjadi terutama pada millenials yang semakin hari semakin senang menonton bukan dari televisi.
Beralihnya budget iklan bagi para brand untuk dialokasikan di digital pun semakin lebih besar. Meskipun para brand manager masih kesulitan untuk mendapatkan persona yang pantas jika dikaitkan untuk endorsement kreator YouTube. Sebetulnya dengan kehadiran Multi Channel Networks (MCN) di Indonesia bisa menjadi jembatan untuk para brand mendapatkan persona yang pas dengan menemukan kreator YouTube yang tepat.
Perubahan akan terjadi sangat cepat. Selamat tinggal artis sinetron dan selebriti hollywood. Selebriti yang akan datang mungkin saja saat ini sedang monolog didepan kamera laptopnya. Berbagi cerita dengan personal serta apa adanya. Suatu hal yang millenials suka karena bisa merasa dekat. Selamat datang selebriti mendatang, YouTube persona!
Foto: gue bersama Mike dari Vsauce, channel YouTube yang punya informasi remeh temeh tapi penting.