Suatu ketika, seorang rekan dari salah satu perusahaan rekaman meminta saran gue atas recommended-seller guna keperluannya membeli follower Twitter. Awalnya gue sempat mengerenyitkan dahi atas niatnya tersebut. Kenapa harus membeli follower yah padahal perusahaan rekamannya memiliki rooster artis yang bagus-bagus? Mengapa tidak membuat konten sosial media yang bagus dan mempromosikannya dengan membeli slot iklan agar jumlah followernya dapat berkembang secara organik?
Tetapi hidup adalah pilihan. Dan tiap orang bebas untuk memilih cara apa yang akan digunakan demi mencapai kepentingan bisnisnya. Sama dengan pilihan kita untuk membeli makan di warung makan yang lebih ramai pengunjung, mengantri berjam-jam untuk merasakan donat terbaru di kota, pergi ke restoran steak karena pernah menjadi trending topic di Twitter, membeli panci karena ibu-ibu tetangga juga beli panci di tempat yang sama, ikut mengantri membeli sandang di gerai yang baru buka perdana dan sebagainya. Secara psikologis manusia, pilihan kita bergantung atas apa yang orang lain sarankan. Kita tidak pernah menentukan pilihan sendiri. Pilihan kita ditentukan oleh orang lain yang juga telah menentukan pilihan karena orang lain yang menentukan pilihan untuk orang. Pilihan-ception.
Musik juga demikian. Kita dibuat percaya kalau lagu-lagu yang ada di urutan teratas tangga lagu adalah lagu bagus dan layak didengar. Kita dibuat percaya kalau artis dengan jumlah follower atau like banyak pasti juga memiliki fans yang nyata. Padahal sebetulnya kita juga tau kalau chart lagu radio itu bisa ‘dibeli’, followers atau like itu bisa didorong supaya banyak dengan berternak akun anonim, adanya penonton bayaran guna meramaikan suatu panggung atau menjadi pendukung band untuk berjoget, konon juga sepuluh orang yang antri terdepan pada satu gerai sandang yang hendak dibuka perdana adalah orang-orang bayaran. Begitulah cara kita untuk menarik perhatian yang lebih besar dengan memancingnya lewat perhatian yang dibuat-buat agar orang-orang dapat memilih kita. Meskipun pada akhirnya secara demokratis orang akan juga menghakimi apakah barang atau produk atau musik yang mereka pilih tadi bagus atau tidak. Dan bisa saja karena kecewa atas kualitas musik yang jelek dapat memacu opini mereka yang lebih kejam!