My name is Widi Asmoro.
Sendirian aja di pesawat, Bang?

Perjalanan pulang ke Bekasi minggu lalu sangat singkat dan padat kegiatan. Supaya segala kegiatan dapat terlaksana, saya coba metode untuk fokus dan fleksibel. Apakah itu?

Fokus dengan tujuan utama dari perjalanan ini apa saja. Karena biasanya pikiran suka mengawang-awang dan mempengaruhi fokus tadi, kali ini saya tuliskan poin-poin penting tujuan saya datang ke Bekasi. Dari tujuan tadi, saya turunkan lagi dengan langkah-langkah kecil untuk mencapai tujuan.

Sebagai contoh, mencapai rumah di Bekasi adalah tujuan saya di hari Selasa lalu. Untuk mencapainya saya harus memesan tiket pesawat dadakan. Lalu ketika tiba di Bandara Soeta ada beberapa pilihan untuk sampai rumah: naik taksi (tinggal duduk adem tapi bisa terjebak macet dan mahal), naik bis Damri (murah tapi nanti di terminal harus jalan kaki untuk sampai rumah) atau mencoba naik kereta cepat dari Bandara (ini belum pernah). Saya sudah punya tujuan dan juga rencana langkah-langkah kecil untuk mencapai tujuan. 

Saya putuskan untuk naik kereta cepat dari Bandara ke rumah. Hitung-hitung pengalaman baru dan mencicipi hasil pembangunan Indonesia. Catatan sedikit, meskipun hanya dua malam dan banyak kegiatan, saya membawa koper dengan berat 18 Kg, agak besar. Jadi kalau mau naik kendaraan umum di Jakarta agak repot. Dan benar saja!

Layanan kereta Bandara memang sedang tahap uji coba. Ketika saya tiba di stasiun utama dan membeli tiket, rupanya untuk tujuan Bekasi sudah habis pukul 11 pagi. Saya tiba sudah pukul 1 siang jadi pilihannya adalah untuk membeli tiket tujuan BNI City atau biasa dikenal sebagai Sudirman Baru dan bisa lanjut ke Bekasi dengan menggunakan Kereta Rel Listrik (KRL).

Disinilah saya menerapkan metode fleksibel. Di langkah-langkah kecil tadi rupanya ada halangan yang mengakibatkan tujuan sedikit terhambat. Nggak perlu marah ngga perlu pusing, pilihan tetap ada kok. Perjalanan ke Sudirman Baru lumayan cepat, kurang dari sejam sudah tiba. Saya berencana lanjut dengan KRL menuju Bekasi dan ini mengharuskan saya mendorong koper sejauh 2 km. Apa daya setibanya di stasiun KRL saya tidak bisa masuk ke peron dikarenakan saya tidak punya tiket KRL dan untuk membelinya harus ke lantai 2. Sayang sungguh sayang, stasiun ini tidak punya lift atau tangga berjalan untuk ke lantai 2. Dan sangat tidak mungkin bagi saya untuk menggotong koper ke lantai 2 sendiri. Saya terapkan lagi fleksibelitas dengan memesan taksi untuk melanjutkan perjalanan.

Tetap fokus dan fleksibel membuat saya jadi lebih ikhlas. Ini juga saya terapkan kembali di hari Rabu saat mengurus pembuatan Surat Ijin Mengemudi di kantor Polres Bekasi. Semenjak kejadian operasi tangkap tangan KPK, Polres Bekasi mengubah beberapa prosedur pembuatan SIM. Saya merasakan prosesnya jadi lebih jelas tetapi juga semakin lama menunggu karena setiap pemohon SIM sekarang harus ikut ujian teori dan praktek. Ini momok buat para pemohon yang tadinya doyan ‘nembak’ SIM atau bikinnya di Warung Kopi.

Manusia boleh berencana tetapi Allah lah yang menentukan. Saya gagal mendapatkan SIM karena tidak lolos ujian praktek. Mungkin belum saatnya saya punya SIM lagi dan juga di Singapura saya lebih banyak menggunakan moda transportasi umum. Karena tujuan untuk membuat SIM belum tercapai berarti saya juga harus terus mencoba lagi. Tetap sabar dan semangat. Mungkin ini juga pertanda bahwa saya harus datang ke Bekasi lagi!