Wabah virus Corona yang menjangkit dari Cina mulai menyebar ke Singapura dan juga Indonesia.
Selama saya di Jakarta pekan kemaren, berkali-kali mendapat surel dari kantor untuk selalu berwaspada. Pesan singkat di Whatsapp dan media sosial lainnya juga datang dengan berbagai macam. Ada yang mengingatkan dan juga ada yang sambil bercanda.
Yang becanda seperti tidak punya kesempatan lain saja untuk ‘menertawakan’ sebuah epidemi yang mematikan. Mungkin saya terlalu kaku tapi saya rasa ini bukan saatnya becanda.
Yang lebih menyedihkan dan membuat kesal adalah yang mengatakan wabah ini sebagai bentuk ‘azab’ Tuhan atas perlakuan tidak adil terhadap kaum minoritas di negara tersebut. Berbagai hujatan dan peng-amin-an atas wabah di Cina ini dilontarkan dengan bersemangat. Malahan sampai-sampai berdoa (yang tidak baik) agar wabah terus mendera Cina. Padahal kaum minoritas tersebut tinggal di Cina juga.
Saya sebenernya kurang mengerti kenapa dengan beragama harus pula membenci. Bukannya agama itu adalah pandangan hidup dari Tuhan yang menuntut makhluknya untuk cinta sesama?
Saya jadi ingat sebuah cerita saat Rasulullah berpapasan dengan rombongan yang membawa jenazah orang Yahudi. Rasulullah seketika berdiri dan memberi penghormatan sampai rombongan itu lewat. Lalu sahabat bertanya mengapa Rasulullah bersikap seperti itu, padahal mereka bukan sesama muslim dan mereka termasuk dari kaum yang berseberangan. Tanggapan Rasulullah, yang menurut dikisahkan pada saya adalah, “Mereka juga adalah manusia yang punya jiwa.”
Sejak hari minggu saya berada di Batam, Indonesia, dan mendapat titipan dari teman-teman di Singapura untuk mencarikan selipat/masker karena di Singapura mulai langka. Ternyata di apotik-apotik di Batam juga habis di borong dan saya baru menemukannya di pusat grosir Lotte. Langsung aja borong beberapa kotak untuk nanti dibagikan bagi yang perlu.
Saya terinspirasi dari sikap mulia teladan Rasulullah. Semoga saya dan kita semua dapat menirunya. Demi sebuah kemanusiaan.