Saya paling takut kalau dekat-dekat dengan anjing. Meskipun anjing tersebut jinak dan bersama tuannya, saya punya perasaan kalau anjing itu sewaktu-waktu bisa menerkam saya.
Ketakutan ini terekam sejak kecil. Di rumah Jatiwaringin, untuk menuju rumah harus melewati sebuah rumah yang mana punya dua anjing yang dibiarkan berkeliaran di jalan. Terkadang anjing-anjing ini menyalak dan tak jarang pula mengejar meskipun ketika kita jongkok mengambil posisi seakan-akan mengambil batu, anjing-anjing tersebut akan menjauh. Tapi ketakutan dikejar anjing terbawa sampai sekarang.
Yang saya rasakan lagi ketakutan terhadap anjing adalah pemahaman saya dari pelajaran agama Islam yang saya dapat yang mengajarkan saya bahwa anjing itu termasuk golongan najis besar. Dan ketika bersentuhan dengan anjing, kita harus membersihkannya dengan tata cara tertentu, membasuhnya dengan air tujuh kali dan salah satunya tercampur dengan tanah atau debu. Sungguh merepotkan.
Belakangan ini saya baca bahwa ada mahzab yang tidak menganggap anjing itu sebagai keseluruhan najis. Ini masih harus saya terus pelajari dan semoga dapat menaklukan ketakutan saya terhadap makhluk ciptaan Tuhan juga yaitu anjing.
Saya jadi berpikir, banyak hal lain yang menjadi sebuah momok ketakutan padahal tidak perlu. Seperti ketakutan ketika melihat simbol salib karena dikhawatirkan akan menjadikan saya kafir dan pindah agama.
Semakin saya belajar dan banyak membaca buku, rasanya ketakutan ini terlalu berlebihan. Pasti juga ada pengaruh sejarah yang membuat penanaman pemahaman sejak kecil bahwa kita harus takut melihat suatu yang beda. Karena perbedaan itu adalah suatu yang harus dijauhi dan bukannya malah diselidiki dan dicari jalan tengah. Entahlah, apakah saya bisa memperbaiki alam bawah sadar saya yang sudah tertanam pemahaman momok tersebut. Tetapi saya terus berusaha untuk melihat suatu yang beda untuk dipahami dulu sebelum memutuskan sesuatu.
Semoga kita semua dimudahkan untuk mencari jalan yang diridhoi oleh Nya!