Pandemi Covid 19 semakin meluas minggu belakangan dan dampaknya adalah peningkatan kewaspadaan dengan melakukan jarak sosial.
Kemungkinan besar pemicunya adalah acara keagamaan di Malaysia yang melibatkan ribuan orang dari negara-negara sekitar yaitu Singapura, Brunei Darussalam dan juga Indonesia. Dengan cepatnya virus tersebut menyebar ke berbagai pelosok negeri. Jumlah pasien positif terpapar virus Covid 19 seketika melonjak.
Singapura melakukan tindakan untuk menghimbau masyarakat muslim Singapura melakukan ibadah di rumah dan menutup masjid-masjid untuk dibersihkan secara menyeluruh. Apple juga merekomendasikan staff nya untuk bekerja dari rumah serta sejak minggu kemaren menutup semua Apple Store di hampir seluruh dunia.
Ini mengingatkan saya betapa sombongnya diri ini sudah merasa paling benar dan paling dilindungi. Berani mengambil resiko untuk berkumpul dengan khalayak ramai padahal sudah tau resiko tertular virus.
Penyakit, apapun itu, tidak mengenal agama, suku, ras ataupun junjungan politik yang diusung. Apalah kita hanya manusia yang meskipun merasa beragama tapi bukan berarti bisa menentukan segalanya. Karena saya yakin sang Khalik lah yang Maha Penentu.
Ini semua adalah cabaran dan ujian bagi kita semua. Saat seperti ini ketika kita diharuskan untuk menjaga jarak sosial adalah saat yang pas untuk merefleksikan diri kita sendiri. Memaknai apa yang terjadi dan selalu berintrospeksi.
Tuhan memberikan kita akal pikiran supaya kita dapat membaca petunjuk dan mematuhi arahan dari petugas profesional untuk tetap menjaga kebersihan. Tuhan memberikan kita tubuh untuk kita selalu jaga dan pahami apabila ada yang tidak beres, tahanlah untuk berkumpul-kumpul dan periksakan ke dokter. Tuhan memberikan kita jiwa untuk bertafakur dan selalu ingat pada Nya yang Maha Besar. Saya menolak jika penyakit ini dianggap sebagai hukuman dari Tuhan. Karena Tuhan yang saya percaya adalah Tuhan cinta kasih yang adil dan Maha Penyayang.*
* mengutip dan membahasakan dari pesan Facebook milik Omid Shafi