The 1975 & Nasib Asia Tenggara Yang Kerap Disepelekan

My name is Widi Asmoro.

Aksi panggung The 1975 di Malaysia bertuah tak sedap dan ini mengingatkan saya atas polah artis Barat yang kadang bikin mengelus dada.

Seperti cuitan saya di Twitter, sebenarnya agak kasihan juga melihat nasib Asia Tenggara saat menyelenggarakan konser dari artis-artis Barat. Kota-kota di Asia Tenggara selalu dapat jatah paling akhir dalam rangkaian tur keliling dunia mereka. Dan karena inilah banyak penampil-penampil yang sudah kelelahan, dalam kondisi burnt out dan ingin cepat pulang.

Dan ini yang saya rasakan saat menonton The 1975 pada hari Rabu, 19 Juli 2023, lalu di Singapura. Dalam konser ini, Matty Healy sering kali kedapatan salah lirik dan menyodorkan mic ke penonton. Penampilannya juga nyeleneh. Ia membuka konser dengan menyalakan rokok dan membawa botol wine di atas panggung. Sebagai catatan, merokok di tempat umum apalagi di ruang tertutup adalah hal yang akan dikenai sanksi oleh hukum Singapura. Apalagi ini konteksnya di atas panggung dan dilihat orang banyak. Membawa minuman beralkohol pun harus dengan regulasi ketat. Tapi nampaknya Matt cuek aja dan aksi itu ia lakukan terus sepanjang konser yang berlangsung hampir 2 jam.

Saat satu jam terakhir sebelum acara selesai, sound system mereka menghadapi masalah. Noise yang keluar dari speaker terdengar seperti ada kabel yang tidak kena ground. Tetapi penonton tetap histeria melihat pujaan mereka. Dan gongnya adalah ketika mereka tampil di Kuala Lumpur, Matt banyak melontarkan cemoohan terhadap pemerintah Malaysia yang sangat ketat terhadap LGBTQ dan ia pun melakukan aksi mencium bibir basisnya.

Atas aksi ini konser mereka dihentikan dan akibatnya adalah Good Vibes Festival yang rencananya diadakan dua hari dicabut ijinnya. Tidak berhenti disitu, Jakarta dan Taiwan yang merupakan kota persinggahan berikutnya juga kena imbas. The 1975 memutuskan untuk tidak akan tampil di kedua negara ini. Tentu saja ni menyebabkan banyak kerugian.

Penampilan mereka yang tidak sungguh-sungguh ini harap dimaklumi karena mereka baru saja kelar dari tur keliling benua Australia. Asia adalah ‘persinggahan’ sebelum mereka istirahat dan melanjutkan tur di Amerika Serikat.

Padahal kurang apa yah Asia Tenggara? Basis fans kuat, malah beberapa kota di Asia Tenggara disebut sebagai “Trigger Cities” yg dapat naikin karir artis dan jadi punya fans banyak. Faktor ekonomi untuk membeli tiket konser dan juga merchandise juga sangat kuat.

Meskipun yah secara infrastruktur penunjang pertunjukan musik memang masih berbenah. Apalagi masalah perijinan yang kadang “aduh”. Tetapi bukan begini dong caranya jika memang cinta dengan para penggemarnya dan ingin supaya artis-artis lainnya juga dapat tampil berkunjung ke Asia Tenggara.

Alasan bahwa lelah dan ingin lekas pulang menggambarkan betapa Asia Tenggara ini nggak pernah dianggap serius oleh artis-artis Barat. Mereka bisa saja membatalkan secara mendadak dengan dalih ‘konser belum mendapatkan ijin dari pihak terkait’. Atau tiba-tiba sakit ketika sampai di negara konser lalu mangkir dari pertunjukan dan sembuh ketika lepas landas. Tapi yang ini memang bener-bener nyeleneh sih. Merokok di panggung dan provokasi aksi LGBT, apa mereka memang sengaja berbuat begitu setelah dikasih tahu tentang hukum dan norma negara setempat?

Padahal mereka bisa saja menolak dari awal untuk datang ke Asia Tenggara jika memang dirasa tidak bisa ataupun tidak sesuai dengan pandangan keartisan mereka. Jadinya kita sebagai fans cukup berharap dan tidak sampai kecewa.

Asia Tenggara memang punya kultur yang khas dan sering kali berbeda dengan pandangan Barat. Jika memang kita semua memperjuangkan keadilan dan kesetaraan, apakah harus dengan memaksakan pandangan sendiri?