Tantangan para pelaku bisnis musik saat ini adalah membuat musik yang mereka produksi dikenal oleh orang banyak karena dengan itu karya mereka menjadi berharga. Perdebatan antara perlu nggak memiliki lagu atau sekedar sewa seperti yang dibahas kemaren http://widiasmoro.web.id/?p=1625 membutuhkan jawaban. Lalu ditengah media yang kian banyak dan juga banjir rilisan lagu setiap hari apakah masih ada peluang untuk dikenal dan terkenal?
Mark Mulligan, peneliti dari Forrester Research, menganalisa evolusi para penikmat musik dalam mencari dan menikmati musik yang mereka sukai. Ini penting sekali guna memperkuat strategi produk musik saat diluncurkan. Ia membagi tipe konsumen kedalam tiga tipe:
1. Analog Generation, yaitu usia diatas 25 tahun. Generasi yang hadir saat era musik fisik merajai industri. Mereka mendengarkan musik lewat CD dan radio dengan durasi rata-rata per hari adalah 3,8 jam untuk musik.
2. Transition Generation, atau Millenials atau kalau bahasa gue ini generasi Alay, yaitu usia antara 16 hingga 24 tahun. Generasi ini berada di era dimana produk digital mulai dikenalkan. Mereka mendapatkan musik yang mereka suka dari layanan download legal seperti iTunes ataupun yang illegal seperti BitTorrent. Generasi ini paling lama mempunya waktu untuk musik yaitu 7 jam rata-rata per hari.
3. Digital Native Generation, yaitu usia 12 hingga 15 tahun. Konsumsi musik mereka melalui perangkat mobile seperti ponsel ataupun tablet dan juga menemukan lagu-lagu baru melalui YouTube. Dengan rata-rata per hari untuk mendengarkan musik yaitu 5,5 jam.
Yang perlu diperhatikan dari analisa Mark adalah pergeseran generasi ini akan berdampak besar terhadap bagaimana musik di konsumsi. Digital Native adalah generasi yang potensial di masa depan bagi bisnis musik. Untuk itu dia melihat pengalaman mengkonsumsi musik itu sangat diperlukan, generasi ini punya yang namanya “3 second of love” jika produk musik kamu dalam 3 detik tidak menarik maka akan ditinggalkan. Maka itu diperlukan inovasi dan inovasi serta bekerjasama dengan berbagai macam partner, misalkan membuat aplikasi musik untuk ponsel. Dan terakhir dorong mereka untuk bisa bersosial dan narsis dengan produk musik tersebut.
Analisa ini juga bisa dihubungkan dengan riset Etnografi yang dilakukan oleh seorang mahasiswa tingkat lanjut Universitas Bina Nusantara, Aulia Naratama. Tunggu update-an selanjutnya yang mengupas revolusi perilaku konsumsi musik terutama digital di Indonesia.
3 Comments
Comments are closed.