Sudah lama saya tertarik dengan AKB 48 dan juga adiknya, JKT48. Bukan hanya soal musik dan kemasannya tetapi bagaimana proses terciptanya kedua grup tersebut. Dan malam tadi, ketika mas Pitra memberikan link ke gue yang bercerita tentang pengalamannya menyaksikan Teater 48 semakin gue tertarik dengan Dentsu, agensi iklan yang menjadi bidan AKB48 & JKT48.
Tapi disini gue nggak mau membahas Dentsu secara spesifik akan tetapi ingin mengupas agensi-agensi iklan yang kini banyak merambah menelurkan artis-artis rekaman.
AKB48 digagas oleh Yasushi Akimoto, produser dan penulis lirik kelahiran Jepang tahun 1956. Kelahiran AKB48 dilanjutkan dengan kelahiran grup-grup serupa seperti Taiwan, TPE48, dan Indonesia, JKT48. Untuk urusan memenej, marketing dan mempromosikan grup berpersonil sekitar 92 gadis remaja kinyis-kinyis ini adalah agensi iklan Dentsu. Dengan strategi mengejar perhatian dari para geeks yang senang menemukan dan juga bisa disebut sebagai early adopters, AKB48 mendapat animo yang cukup tinggi sehingga dengan mudahnya dikawinkan dengan brand-brand besar seperti Pocari atau Yamaha. Secara musikal dan visual, AKB48 dan JKT48 sangat memuaskan. Secara fans jangan ditanya, mereka punya fans loyal bahkan cowok-cowok usia 30-40 an menganggap personil-personil AKB48 dan JKT48 ini sebagai adiknya dan mereka ingin adik-adiknya ini bisa sukses dan populer. Brand senang jika memiliki tools engagement yang fluid seperti grup musik ini. Ini bukan lagi sekedar sponsorship tapi sudah lebih kedekatan personal antara brand dengan target marketnya melalui media grup musik. Dentsu jelas mampu menjembatani kebutuhan brand dengan menghadirkan AKB48 dan JKT48.
Selain Dentsu, Anomaly sebuah agensi iklan independen yang punya kantor di New York, Inggris, Belanda dan Kanada juga memberikan kliennya untuk lebih dalam menggaet perhatian target marketnya lewat musik. Merk sandang ternama, Diesel, adalah salah satu dari klien Anomaly yang pada tahun 2010 meluncurkan sebuah kampanye berjudul “A Hundred Lovers” http://www.diesel.com/ahundredlovers/. Dalam kampanye video interaktif tersebut terdapat lagu berjudul sama yang ditulis oleh Josep. Lagu ini dipublikasikan oleh Anomaly dan bisa didownload di iTunes.
Agensi iklan Saatchi & Saatchi saat bertanggung jawab untuk kampanye produk jam tangan Weight Watchers UK menggandeng penyanyi Alexa Dixon untuk menyanyikan jingle ‘Do It Our Way (Play)’. Lagu ini menjadi tools engagement produk jam ini kepada khalayak luas dengan membiarkan lagu ini dapat didownload di iTunes dan tiap downloadnya -meskipun tidak membeli produk jam tangan tersebut, Weight Watchers akan memberikan donasi ke lembaga sosial.
Agensi iklan tersebut seakan mengambil peranan label sebagai supplier untuk musik dan artis kepada brand. Disini yang gue lihat adalah agensi iklan punya kekuatan memahami apa yang diinginkan oleh brand dan siapa target marketnya. Mindset yang sangat berbeda ketika musik label datang ke brand minta sponsorship. Kebanyakan dari musik label adalah membawa produk lagu atau album yang sudah jadi dan meminta brand untuk mendukung produk tersebut. It works for some times. Tetapi saat ini persaingan antar brand untuk mendapatkan perhatian dari pasar semakin sengit. Sponsorship lagu atau album tidaklah cukup dan angka investasinya terlampau besar.
Ada juga musik label yang mampu mengakomodir kebutuhan brand. Sebagai contoh dari pengalaman gue adalah The Changcuters dari Sony Music Indonesia yang menjadi ikon untuk produk Nokia X2-01. Selain menjadi talent untuk iklan produk tersebut, The Changcuters membuatkan sebuah lagu berjudul “Parampampam” dan lagu ini oleh Sony Music dipasarkan layaknya rilis single biasanya. Artinya jingle ini dapat dinikmati dan di request di radio tanpa melalui radio-ads. Pihak Sony Music juga membuatkan dua macam aplikasi mobile yaitu Changcut Chat dan Changcut Game yang keduanya dibundling secara eksklusif di ponsel Nokia dan dapat diunduh di Nokia Store. Sebenernya banyak contoh musik label lainnya yang sukses berkolaborasi dengan brand.
Kehadiran agensi iklan yang tadinya hanya middle man menjadi supplier untuk musik dan juga artis bisa jadi ancaman. Gue melihat roadmap bisnis musik ke depannya adalah sbb: musik rekaman menjadi merchandise seperti CD atau kaset, pertunjukan panggung menjadi sarana untuk promosi dan penghasilan yang banyak didapatkan dari iklan atau sponsor.
Seperti yang gue sampaikan tadi agensi iklan punya pemahaman atas kemauan klien brand nya dan juga analisa terhadap pasar. Bukan mustahil, agensi iklan bisa belajar untuk mendistribusikan musik rekaman ke retailer-retailer dan memasarkannya. Musik label punya kekuatan besar yaitu pengalaman puluhan dekade menciptakan dan mengembangkan bakat-bakat dan mengorbitkannya ke blantika musik. Ingat juga kebutuhan tiap brand berbeda-beda dan perlu di customized. Tinggal perang strategi dan proposal yang ujung-ujungnya bakal dicari mana yang akan membawa angka ROI paling logis. Ini bukan lagi soal mana musik yang bagus tetapi mana yang lebih bisa berkomunikasi.
Make sense banget sih kalau agensi act as a music label π
sekarang ini..
toko ayam goreng jualan CD dan lebih laku dr toko musik..
toko CD jualan beverages dan cukup laku karena orang seneng dengerin musik yang dia suka sambil ngopi2..
nah, biro iklan jadi record label, mungkin sebentar lagi akan ada yang sebaliknya π
bisa terjadi, agency lebih paham cara branding, apalagi bila dibundling dengan produk yang jg mereka tangani.. nice blog bro..:)
thank you for visiting & commenting my blog π