Pertanyaan apakah di Indonesia ada yang namanya industri musik terlontar begitu saja saat lagi ngobrol dengan Thilma Komaling, atau akrab disapa Mima. Obrolan santai sambil ngopi bareng Anto Nugroho, mas Gun Motion Radio, dan Banyu Putra, suami Mima yang merupakan anak band, berubah menjadi serius saat membahas soal perkembangan musik saat ini terutama di Indonesia.
Istilah industri musik kalau dari wikipedia adalah bentuk bisnis dalam bidang permusikan yang menjual komposisi, rekaman dan penampilan dari artis atau musisi. Menurut ensiklopdia, industri musik adalah industri yang melibatkan produksi, distribusi dan penjualan dari musik dalam bermacam bentuk termasuk promosi dengan cara pertunjukan langsung. Sedangkan jika menurut recordlabelresource.com, industri musik adalah proses produksi dan komersialisasi musik yang mempunyai suatu yang menarik bagi khalayak ramai.
Jika dilihat di Indonesia, banyaknya musik yang muncul dan diperdengarkan lewat berbagai media menandakan adanya proses produksi dan komersialisasi itu. Musisi menghasilkan lagu-lagu dengan dibantu produser yang bekerja dibawah satu perusahaan label musik. Jika dilihat dari skala makro nya, label musik inilah yang menggerakkan roda-roda hadirnya lagu baru yang akan disajikan untuk menghibur masyarakat. Label musik selain memproduksi musik-musik baru juga mendistribusikan untuk dijual pada ritel fisik maupun digital. Proses panjang dan kesabaran dituntut untuk mendapatkan produk musik yang diterima oleh masyarakat banyak.
Kembali ke pertanyaan Mima tadi, jadi apakah di Indonesia ada industri musik maka berdasarkan definisi dan fakta diatas harusnya jawabannya adalah ada dong yah. Namun gue berbeda pendapat dalam melihat ini. Di Indonesia, industri musiknya masih bersifat sebagai bisnis ringan dan tidak ditanggapi sangat serius. Misalkan contoh perlindungan hukum terhadap hak intelektual dari pembajakan penerapannya masih setengah-setengah. Belum lagi kesadaran pelaku bisnis musik ini hanya ada di label musik, sedangkan artis-artisnya selaku produsen karya hanya segelintir yang memahami bahwa mereka adalah bagian dari industri. Industri juga perlu riset dan pengembangan sedangkan di Indonesia bahan-bahan untuk riset terhadap musiknya sendiri saja sulit didapat. Bagaimana ini dapat berproses cepat dan menjadi sebuah industri yang dinamis jika pengetahuan terhadap bisnis musik sangat minim.
Terus tulisan ini menggantung disini.. karena kayaknya gue salah menjawab pertanyaan Mima karena terlalu idealis or what so ever… atau mungkin loe bisa bantu jawab pertanyaan Mima, apakah ada industri musik di Indonesia??
Pribadi nih ya…Industri Musik di Indonesia ? ADA.. hanya bagaimanakah Industri Musik yang ada di Indonesia? Nah, itu jawabannya pasti beragam, jawaban A dari yang terlibat didalamnya, jawaban B dari yang gak peduli dengan apa yang terjadi di dalamnya, atau jawaban C dari yang memang tidak mau tahu ada apa di industri musik Indonesia…yang bikin saya sedih sekaligus enek adalah Jawaban yang dibuat-buat…
tapi beropini boleh kan mba?
Pendapat pribadi: Industri Musik tidak ada, jika sudah tidak ada lagi musik yang menghasilkan duit secara langsung maupun tidak.
Ngamen itu termasuk industri musik nggak? 😀
Nimbrung ah..
Seperti layaknya industri yg lain, ada bahan mentah dan supliernya, ada proses produksi dan pengrajinnya, ada pasar dan pemasarnya…jadi industri musik itu ada.
Jika misalnya industri sepatu bahan bakunya kulit, lem dll didapat dari pemasok/ suplier. Kemudian diproses (produksi) oleh pengrajin dg melibatkan kreativitasnya yang setelah jadi kemudian dilempar ke pasar oleh marketingnya.
Pada industri musik bahan bakunya adalah alpabet (dari a-z) dan nada ( do re mi..dst). Bahan baku itu diproses sesuai kreatifitas pengrajinnya, yang kemudian muncul menjadi karya lagu yang siap jual. Disini marketingnya baru bekerja untuk melempar hasil industri ke pasar.
Aku lihat lebih banyak tulisan disini yang berkutat di masalah marketing, wajar karena terjadi pergeseran pola dengan adanya media internet, disamping masalah pembajakan karya tentunya.
Menurutku pembahasan unsur yang awal juga penting lho (raw material), karena aku setuju dengan omongan Iwan F. (pernah berkesempatan ngobrol soal ini) bahwa “apa yang datang dari hati, itu akan sampai ke hati orang lain juga”
(…beberapa bulan setelah itu baru tahu ternyata Iwan juga menyitir omongan itu dari pak kyai…)
Dengan kata lain, kalau karyanya jujur (dari awal), akan berubah seperti apapun bentuk pemasarananya, maka karya itu tetap akan sampai ke pendengarnya.
(bukankah itu yang juga disebut-sebut sebagai prioritas band-band yg ingin karyanya nyampai ke pendengarnya…seperti yg disinggung saat membahas Net Label !)
Salam industri musik Indonesia