Apakah Kita Mau Membayar Untuk Sebuah ‘Hak Intelektual’

My name is Widi Asmoro.

Piracy adalah momok buat industri kreatif yang mengunggulkan hak intelektual. Nggak cuma industri musik dan hiburan saja tetapi industri-industri lainnya yang menelurkan ide-ide kreatif juga terancam dengan adanya bajak membajak.

Lalu kenapa bajak-membajak menjamur? jelas ini karena adanya ‘demand’.. biasanya barang bajakan harganya bisa separuh atau bahkan sepertiga barang aselinya. sulit memang jika industri kreatif dibenturkan dengan keadaan sosio-ekonomi. dan pertanyaannya: apakah kamu mau membayar lebih untuk mengapresiasi dari suatu yang akan (atau sudah) dinikmati?

Bulan ini berita tentang pengadilan Pirate Bay banyak dibahas di media hiburan luar. Pirate Bay adalah situs Swedia yang menyediakan jasa file sharing torrent kepada pengaksesnya. Pirate Bay telah dituduh telah melanggar menyebarkan barang yang punya copyright. Tuduhan dan tuntutan penjara Pirate Bay ini seperti halnya situs serupa yang pernah jaya dulu: Napster. Hampir sepuluh tahun rasanya tapi situs-situs macam itu tak pernah habis meskipun selalu diburu para penegak keadilan tetapi situs-situs itu seperti mati satu tambah seribu.

Di Indonesia, beberapa tahun lalu polisi pernah menangkap dan memenjarakan gembong pembajak. Tetapi baru kemaren saya ke Ratu Plaza, barang-barang itu masih ada koq. Lalu yang ditangkap kemaren siapa?

Saya pernah menghadiri sebuah diskusi dari komunitas ‘ins-ide’. Di satu sesi yang saya ikuti waktu itu seorang pembicara yang mantan creative director menyampaikan pendapatnya yang saya bilang cukup gila. Dia bilang, “buat gue, ide itu bukan punya gue kok.. yang punya Tuhan.. jadi gak ada tuh namanya bilang.. eh dia ngebajak ide gue tuh.. klo ide gue dah dipake orang ya gue cari lagi deh.. lha wong ide itu yang ngasih Tuhan koq..

Ide.. sebuah usaha dari pikiran.. hasil sebuah intelektual.. gimana cara menghargainya?

komentar lama klik