Jika negara memanggil, maka warganya siap membela dibelakangnya. Industri musik Indonesia pasca RBT Black-out semakin merosot tajam, dampak pembajakan baik secara offline dan online semakin terasa mengancam, dan keresahan para pelaku bisnis musik semakin menjadi karena merasakan ketidakpastian. Hal-hal seperti ini yang menggagas media Warta Ekonomi mengadakan sebuah diskusi publik bertajuk “Penyelamatan Musik Indonesia di Era Digital” dengan sub topik ‘stop upload dan download ilegal’.
Diskusi publik ini diadakan di Balairung Soesilo Soedarman di Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif serta didukung oleh Kementrian Komunikasi dan Informatika. Menghadirkan pembicara-pembicara kompeten dari industri musik, penyedia layanan musik, regulator dan juga artis serta pencipta lagu. Yang menarik adalah melihat rekan-rekan dari ASIRI, PAPPRI, KCI serta yang lainnya berada dalam satu ruangan melepas semua persaingan bisnis yang ada di lapangan.
Sebagaimana judulnya, diskusi ini berniat untuk mengetahui kendala apa yang terjadi sekarang dan apa solusinya, maka diskusi yang berlangsung selama kurang-lebih empat jam ini dibagi menjadi dua sesi. Sesi yang pertama adalah pembahasan mengenai perkembangan tren musik di era digital serta efek positif dan negatif. Sesi yang dipandu oleh Irianti Erningpraja ini menampilkan empat pembicara yaitu: Dedy Kurniadi, SH, MH dari pengamat masalah HAKI, Dharma Oratmangun, Ketua Umum Yayasan Karya Cipta Indonesia, Ello, perwakilan artis dan Bimbom Barkah dari Universal Music yang juga wakil dari Asosiasi Industri Rekaman Indonesia (ASIRI). Dedy yang adalah pengacara dan khusus mendalami soal hak cipta memaparkan dari sisi hukum dengan undang-undang serta peraturan yang dapat diambil untuk menjerat para pembajak. Dharma memaparkan peranan YKCI sebagai perpanjangan tangan pencipta lagu untuk mendapatkan haknya. Sebagai lembaga manajemen kolektif, KCI yang beranggotakan 2669 pencipta lagu serta memiliki 130,000 buah karya cipta, meminta kesadaran publik untuk menghargai para pencipta lagu ini dengan membeli karyanya. Namun gue menyayangkan isi presentasinya tidak terlalu berisi. Sebagai wakil dari artis, Ello merasakan pembajakan yang marak saat ini sangat merugikannya. Ia membandingkan dengan kebijakan pemerintah terhadap pornografi yang bisa tegas, mengapa terhadap pembajakan karya cipta pemerintah tidak bisa tegas? Yang terakhir adalah pemaparan dari Bimbom yang menunjukkan data-data konkrit angka penjualan album fisik yang diukur dari cukai kaset dan CD yang pada tahun 1996 dapat memperoleh penghasilan hampir Rp. 80,000,000.-, di tahun 2010 hanya sekitaran Rp. 11,000,000.-. Ia juga menunjukan angka penghasilan dari Ringback Tone yang memberikan sumbangsih terhadap industri dari tahun 2004 dan puncaknya hingga 2010 dapat memberikan penghasilan hingga Rp. 25,000.000,- maka setelah RBT Black-out penghasilannya hanya dibawah Rp. 5,000,000.
Sesi kedua dari diskusi ini menampilkan ‘obat’ dari permasalahan pembajakan ini dengan menampilkan pembicara yaitu Walden R. Bakara, CEO Finnet Indonesia, Abraham WY Jo, Melon Indonesia, Azhar Hasyim, Direktur eBusiness Kementrian Komunikasi & Informatika RI, Prof. DR. Ahmad M. Ramli, SH, MH, Dirjen HAKI, Kementrian Hukum dan HAM serta Ukus Kuswara, Dirjen Ekonomi Kreatif Berbasis Media Design & Iptek, Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI. Masih dipandu oleh Irianti, diskusi ini memaparkan solusi-solusi yang dapat diambil demi mengatasi pembajakan. Walden dari Finnet akan segera meluncurkan portal download musik legal bernama laguoriginal.com. Jangan repot-repot untuk mengklik urlnya karena portal ini masih dalam tajuk wacana dan jika diintip tanggal registrasinya adalah 20 Juni 2012. Portal ini berambisi untuk menjadi satu-satunya penyedia musik yang resmi di Indonesia. Abraham yang merupakan warga negara Korea memberikan paparannya dalam bahasa Inggris mengharapkan Indonesia bisa meniru apa yang dilakukan Korea dengan memiliki sebuah clearing house, suatu lembaga independen yang mengurusi hak cipta terutama musik. Azhar memaparkan kegiatan-kegiatan pemerintah untuk mengedukasi warga Indonesia untuk menghargai karya cipta dengan program “Heal Our Music” nya. Kominfo yang juga kerja bareng Telkom bersinergi memberikan edukasi tentang download musik secara resmi ke berbagai kota. Ahmad M. Ramli dalam paparannya menunjukkan apa saja yang dilakukan Dirjen HAKI dalam memerangi pembajakan, salah satunya dengan memberikan sertifikasi ‘bebas barang bajakan’ terhadap mall-mall yang hanya menjual barang-barang asli seperti Plasa Indonesia. Dirjen HAKI juga menyatakan telah menghancurkan puluhan ribu keping CD bajakan dari Plasa Semanggi baru-baru ini. Yang terakhir memaparkan adalah Dirjen Ekonomi Kreatif yaitu Ukus Kuswara yang berkomitmen untuk berperan aktif dengan segala lini yang ada di departemennya untuk memajukan industri kreatif di Indonesia.
Dari masing-masih sesi, peserta diskusi diberikan kesempatan untuk bertanya. Rata-rata peserta menyampaikan pendapatnya serta mendesak solusi yang cepat guna menanggapi permasalahan pembajakan ini. Sayangnya, peserta-peserta yang bertanya tentang solusinya apa ini berguguran saat sesi kedua dimulai. Mungkin terlalu lelah menunggu…
Diskusi yang padat dengan materi-materi yang berisi, tidak berimbang dengan jawaban dari pertanyaan, ‘mengapa masyarakat pergi ke pembajak?’ Pergeseran perilaku konsumsi dari barang fisik ke digital juga kurang disoroti. Pemamaparan yang disampaikan oleh masing-masing pembicara kental sekali mengambil sudut pandang dari industri dan bisnis yang merugi, bukan dari kacamata penggemar musik ataupun konsumen yang memilih membeli barang bajakan atau mendownload secara ilegal karena kemudahan. Isu tabu mengungkap pemain-pemain bisnis produk bajakan yang mampu menyewa kios di mall dan warnet-warnet semakin rame juga enggan dibedah. Para pengembang lokal yang saat ini sedang booming tidak dihadirkan untuk memberikan perspektif lain dari solusi non pemerintah. Fokus saat ini pun hanya kepada upload dan download musik, padahal tren yang berkembang disana sudah mengacu kepada menikmati musik secara streaming.
Solusi konkrit sejatinya adalah untuk menjawab pertanyaan dari ‘mengapa’ dan diskusi kali ini memang belum menjawab apa solusi dari pembajakan. Memang perubahan tidak berlangsung dalam satu malam, namun gue yakin adanya diskusi publik yang juga disponsori oleh Telkom, Langit Musik, Fin@net dan Indosat ini bisa menjadi tonggak kesadaran bersama untuk membangun serta memajukan masyarakat ekonomi kreatif di Indonesia.
4 Comments
Comments are closed.