Musisi indie atau band yang tanpa kontrak rekaman dari label besar apakah bisa melawan jika haknya diambil? Jika melihat yang terjadi baru-baru ini yang menimpa band cadas ((AUMAN)) nampaknya bisa menjadi perhatian (dan pembuktian). Mampukah musisi indie dapat bersuara saat melawan kebesaran korporasi media?
Masalah Klasik Musisi dan Media
Masalah klasiknya adalah bagaimana musisi memposisikan dirinya terhadap media. Karena media kadang merasa besar dan dibutuhkan oleh musisi sebagai tempat mengumumkan karyanya. Sehingga terkadang penggunaan karya cipta dilakukan sekenanya tanpa mematuhi etika dan undang-undang yang berlakuk. Yah gampang saja lihat contohnya yaitu pembuatan program acara yang mencuplik dari tayangan yang ada di YouTube.
Dan jika sebuah karya dimainkan dalam sebuah program yang menampilkan musisi tersebut sebagai bintang tamunya, terkadang disisipkan surat pernyataan untuk melepaskan haknya demi kepentingan penayangan program. Jadi program tersebut yang menggunakan karya cipta dapat ditayangkan berulang-ulang (dan tentu saja menyedot iklan) tanpa mempedulikan hak ekonomi bagi pencipta karya yang digunakan. Musisi hanya mendapatkan pilihan “take it or leave it“.
Akhirnya demi sebuah promosi (apalagi jika jangkauannya nasional) dan harapan dengan diputarnya lagu akan dapat terkenal maka musisi juga dengan ‘ikhlas’ melepaskan haknya tersebut. Menurut pengamat dan praktisi hukum hak cipta, Prayudi Setiadharma, musisi berhak untuk hak moral yaitu pencantuman namanya meskipun tidak menuntut diberikan hak ekonomi nya.
Ketahui Hak Cipta Kamu!
Pada prinsipnya, Hak Cipta itu melekat setelah karya cipta itu berhasil dibuat atau diwujudkan dalam bentuk nyata. Dalam UU Hak Cipta tahun 2014, hak cipta merupakan hak eksklusif yang meliputi hak moral dan hak ekonomi. Hak moral yaitu hak yang melekat secara abadi kepada pencipta lagunya terutama untuk (1) tetap keputusan untuk mencantumkan nama asli atau aliasnya terhadap karya ciptaannya; (2) mengubah ciptaannya sesuai dengan kepatutan masyarakat; (3) mengubah judul atau anak judul ciptaannya; dan (4) mempertahankan haknya jika terjadi distrosi ciptaan, mutilasi ciptaan, modifikasi ciptaan atau hal lain yang bersifat merugikan reputasi ataupun kehormatannya.
Dalam kasus yang dialami baru-baru saja oleh band ((Auman)) yang sebuah karyanya digunakan tanpa ijin oleh sebuah stasiun televisi swasta nasional merupakan salah satu contoh pelanggaran hak. Miris memang, sebuah stasiun televisi swasta yang mana juga isinya adalah pekerja kreatif koq yah malah tidak menghargai hak sesama orang kreatif. Apalagi kita tau stasiun televisi swasta ini sangat aktif mendorong Presiden Republik Indonesia yang baru yaitu Jokowi.
Band ((AUMAN)) lewat twitternya hanya menuntut hak moralnya terhadap penggunaan karya ciptanya yaitu lagu Macho yang digunakan sebagai lagu latar dari sebuah program olah raga di stasiun televisi tersebut. Band ((AUMAN)) tidak menuntuk hak ekonominya meskipun kita tau bersama dalam program tersebut pastinya ada iklan yang merupakan sumber penghasilan televisi. Yah koq lagu yang digunakan sebagai penambah nilai program tidak diberikan bagi hasil yang layak?
Contoh Perlawanan Musisi Independen Melawan YouTube di Eropa
Di Eropa, musisi-musisi indie menuntut hak yang sama atas perlakuan bagi hasil yang diterapkan oleh YouTube berbeda dengan perlakuan ke major label. Lewat asosiasi yang mereka bentuk, WIN (Worldwide Independent Network), mereka melobi komisi perdagangan di Eropa untuk mendesak YouTube agar memberikan perlakuan yang sama. Hasilnya, YouTube pun ketar-ketir dan berniat untuk memberikan perlakuan yang sama.
Tata Trianti yang merupakan kontak band ((AUMAN)) memberikan pernyataannya kepada gue melalui Twitter. Ia menyampaikan bahwa yang diinginkan oleh band yang ia wakilkan hanyalah pernyataan dari stasiun televisi yang bersangkutan tentang kejelasan penggunaan karya cipta yang tanpa seijin penciptanya. Ia menunggu 2×24 jam agar stasiun televisi tersebut menghubungi mereka lewat email aumanrimau(at)yahoo(dot)com atau mereka akan menempuh jalur semi hukum.
Mungkin cara yang sama dilakukan oleh musisi Indie di Eropa bisa ditiru oleh Indonesia. Selama ini musisi independen di Indonesia terkesan bergerak sendiri-sendiri. Ya iyalah namanya juga independen, indie, sendiri. Tapi bukan itu sih maksud gue. Setidaknya memiliki wadah yang memang bertujuan untuk mendorong kreasi dan juga kesejahteraan bersama. Kasarnya, kalau sukses bagi-bagi dong resep suksesnya, gitu. Ya gitu deh. Di Indonesia sudah banyak sih perhimpunan atau asosiasi atau perkumpulan yang bergerak di bidang musik. Contoh saja ASIRI yang merupakan asosiasi dari pelaku industri rekaman atau PAPPRI yaitu persatuan artis penyanyi dan pencipta lagu. Kalau cocok ya silahkan bergabung dan kalau tidak silahkan bangun perkumpulan sendiri. Bagaikan pepatah bersatu kita teguh bercerai kita runtuh. Mungkin dengan bersatu bakal bikin suara makin bisa didengar dan memiliki hak tawar yang bagus.
foto ((AUMAN)) diambil dari web resmi mereka http://aumanrimau.wordpress.com/about-auman/