Jadi kayaknya lagi pada rame-rame mengusung kempen “Say No To Free Music”, ikut-ikutan mba Taylor Swift belakangan ini. Tapi apa iya musik gratis itu haram?
Ini Bukan Perang Streaming
Taylor Swift memutuskan untuk tidak memberikan lisensi lagu-lagunya agar diputar di layanan musik streaming Spotify. Yah sah-sah saja, kan kepemilikan hak ada di pihak Taylor Swift, baik itu dari perusahaan rekaman atau publisher tempat ia bernaung. Dan sudah seharusnya sebagai layanan musik yang taat terhadap aturan hukum dan menghargai hak kreatornya maka keputusan untuk tidak lagi menyiarkan lagu-lagu Taylor Swift harus diambil.
Tetapi apakah ini disebut perang terhadap layanan musik streaming? Jika mau di cek ke YouTube yang juga merupakan layanan streaming, loe bisa dengerin koq lagu-lagu dari album 1989 disini https://www.youtube.com/results?search_query=taylor+swift+1989 . Jadi apakah ini perang terhadap layanan musik streaming? Humm.. kayaknya sih lebih nggak kesitu.
Jadi agak lebay aja sih kalau ini disebut-sebut sebagai perang terhadap layanan streaming. Lha wong kenyataannya dengan inovasi streaming sekarang dapat mempermudah artis musisi mendistribusikan lagu secara cepat dan juga ke seluruh dunia. Contoh inovasi yang cukup keren menurut gue adalah screen capture yang gue buat sebagai ilustrasi artikel gue ini. Loe bisa coba mainkan disini: http://static.echonest.com/WheresTheDrama/
Dan juga ada invoasi yang lain seperti saat ini banyak penikmat musik yang terbantu karena tidak perlu lagi untuk menyimpan lagu-lagu yang mereka ingin dengarkan dengan cukup ‘meminjam’ agar dapat memutarnya dari udara. Yang tentunya juga layanan musik ini memberikan akses terhadap musik-musik tadi dengan syarat yaitu membayar biaya berlangganan bulanan atau tahunan dan juga ada pilihan gratis tetapi dijejali oleh iklan. Ada bisnis modelnya yang bermain dibelakangnya. Baik itu subscription model atau dengan Ad-funded model.
Pahami Bisnis Modelnya
Nah ini bisnis model yang kadang suka luput dibicarakan dan dipahami. Yang dimaksud musik gratis oleh layanan musik resmi tersebut merupakan akses musik yang diasumsikan gratis kepada para penggunanya. Tentu saja dengan konsekuensi pengalaman menikmati musiknya diselingi oleh iklan.
Contoh yang lumrah adalah model televisi swasta Indonesia yang free-to-air seperti yang dikenalkan oleh RCTI bertahun-tahun silam. Kita yang tinggal di wilayah kedaulatan Republik Indonesia dapat menyaksikan film-film box office tanpa harus merogoh kocek tontonan. Sebelumnya hingga sekitar akhir ’80an, TVRI menerapkan iuran bulanan jika kita masih ingat agar kita dianggap ‘resmi’ mempunyai televisi dan menikmati siarannya.
Jika loe sebagai musisi tidak pernah merasakan bagian dari royalti penyiaran dari media yang menyiarkan musik loe, ada baiknya loe bertanya dulu kepada label tempat loe ‘menitipkan’ karya loe untuk diolah dan dieksploitasikan. Atau jika loe tidak menitipkan kepada siapa-siapa dan merasa jika media yang menyiarkan tersebut telah dengan tanpa ijin menyiarkan karya loe, maka loe berhak untuk melakukan gugatan kepada media tersebut.
Konsekuensinya dari gugatan tersebut yah musti ditanggung. Seperti, lagu loe tidak lagi akan diputar di media penyiaran tersebut. Dan sedikit banyak resikonya adalah jika loe masih artis baru yang sedang meniti karir di industri musik akan kesulitan untuk mengenalkan lagu baru loe ke khalayak luas tanpa bantuan media. Apalagi jika media itu sudah punya pendengar atau penonton yang banyak. Atau jika loe merasa loe sudah cukup tenar dan merasa tidak masalah dengan tidak diputarkan lagu loe di media tersebut, ya nggak apa juga. Tetapi ingat juga lho, sekarang orang makin gampang memproduksi suatu karya cipta. Konten-konten lain sudah siap diputar disitu untuk menggantikan lagu loe yang ngga ada dan mungkin saja akan mengambil pangsa pasar loe nanti. Tetapi pada hakikatnya kebenaran dan keadialan harus ditegakkan! Gue hanya mencoba untuk menyodorkan kemungkinan yang ada.
Rumus Industri Musik Yang Baru
Blog singkat Robin Malau ini http://www.robinmalau.com/rencana-bisnis-musisi/ cukup memberikan contekan yang pas tentang apa strategi yang harus dilakukan musisi untuk dapat stay in the business. Baiknya yang dilihat sekarang justru peluang musisi untuk mencari pemasukan makin terbuka lebar dari pintu mana saja. Tidak lagi hanya bergantung dari royalti jualan produk fisik rekaman. Tidak juga hanya bergantung dari job manggung. Tetapi dari kombinasi antara rekaman atau manggung atau juga dari kehadiran inovasi-inovasi teknologi yang menggunakan karya cipta loe didalamnya. Bisa itu streaming bisa itu bentuk lain yang muncul di kemudian hari.
Jadi gue rasa agak gegabah saat loe bilang “Say No To Free Music” tetapi loe mengirimkan single loe ke radio-radio di Indonesia yang sebetulnya loe tau kalau radio-radio ini memutarkan lagu loe secara gratis meskipun mereka mendapatkan pemasukan dari iklan akibat dari banyaknya pendengar yang ingin mendengarkan lagu di radio tadi. Gue juga gak bisa bilang kalau semua radio di Indonesia nggak bayar performing rights, soalnya nggak ada datanya, Bung! ASIRI aja enggan membuka data-data tersebut kepada kita (atau apa karena mereka juga nggak tau). Jadi sebenernya loe mau menggugat siapa sih?
Yang diperangi bukan inovasi sih menurut gue. Tetapi yang diperangi adalah ketidaktahuan akan hak dan kewajiban terhadap karya cipta. Semua umat manusia punya budi daya akal kreatif yang bisa menciptakan sesuatu. Yang semudah membuat pesawat terbang dari lipatan kertas aja deh, mungkin kalau memang inovatif itu bisa dipatenkan ciptaannya. Dan artinya semua orang berhak menciptakan sesuatu dan membuatnya itu sebagai tumpuan ekonomi hidupnya. Jadi kalau kita paham karena kita juga adalah kreator yang punya hak maka ada baiknya kita juga menghargai hak kreator lain yang juga telah membuat sebuah produk. Sehingga kita sama-sama berkewajiban menjaga hak sesama kreator. Sehingga dengan begitu kita bisa bersama-sama dapat membangun ekosistem yang baik di industri musik dari proses kreasi, produksi, distribusi hingga konsumsi.
Ooh atau mungkin gue terlalu surealis menjelaskannya dan lebih gampang teriak “Jangan Download Bajakan!” untuk menyelamatkan industri musik? Apa iya?