Pada forum MMA Forum hari Rabu lalu (13/11), gue tertarik dengan booth Big Data milik Telkomsel. Sebelum gue membahas lebih lanjut tentang Big Data milik Telkomsel, kita berkenalan dulu dengan MMA Forum.
MMA Forum adalah forum satu hari yang dihadiri oleh pemilik media dan para pemasang iklan untuk saling memamerkan dan melihat yang baru dari dunia media khususnya media bergerak/mobile. MMA melihat media pada perangkat bergerak/mobile adalah peluang bagi para pemilik brand untuk mengkomunikasikan brand atau produk mereka. Tak ketinggalan pula inovasi-inovasi yang dilakukan para pemilik media untuk dapat memberikan peluang optimal agar pesan yang ingin mereka sampaikan ke publik dapat efektif dan efisien serta terukur.
Big Data Telkomsel
Booth Telkomsel tepat sebelum pintu masuk Ball Room hotel Four Season tempat diadakan MMA Forum ini. Gue disapa oleh Marvin Mahadharma Muditajaya yang mana adalah Manager Data Insgiht Business Development Telkomsel. Lewat sapanya yang hangat, beliau menjelaskan apa yang Telkomsel ingin suguhkan disini.
Ada tiga produk yang mereka bawa: Vending Maching, M-Coupon dan Big Data. Vending Machine adalah tempat dimana pemilik produk dapat melakukan sampling dengan pendekatan proximity yaitu dengan mengirimkan pesan MMS ke pengguna Telkomsel yang terpilih atau yang berada dekat lokasi vending machine tersebut. Nantinya pengguna Telkomsel yang menerima MMS dapat pergi ke vending machine untuk scan QR code yang mereka terima demi menukarkan produk sample yang sudah disediakan. Lalu produk M-Coupon dari Telkomsel ini mirip seperti apa yang sering dilakukan oleh Groupon yaitu memberikan voucher untuk ditukarkan dengan diskon belanja tertentu.
Yang menarik buat gue adalah Big Data Telkomsel yaitu produk yang ditujukan Telkomsel bagi para pemasang iklan untuk mengoptimalkan strategi beriklan mereka terutama pada media OOH (out of home) seperti billboard atau TV Screen. Telkomsel memasang pantauan pada titik-titik billboard tertentu untuk melihat pola perilaku pengguna Telkomsel yang melewati titik billboard tersebut. Pola perilaku ini bisa meliputi kebiasaan ber-SMS, telpon, menggunakan internet/data, hingga ke yang lebih detil lagi seperti gender, umur dan segmentasi kelas sosial. Tak heran jika Telkomsel mampu menampilkan data yang begitu kaya, pelanggan mereka adalah terbanyak di Indonesia.
Musisi Untuk Memanfaatkan Big Data
Buat gue yang doyan ngulik data dan riset, kehadiran Big Data Telkomsel merupakan suatu yang menarik juga untuk diulik data yang dimiliki mereka. Terutama buat musik yah. Bayangkan jika Telkomsel mau berbagi akses ke industri musik untuk memperlihatkan pola perilaku pelanggan mereka terhadap konsumsi konten hiburan terutama musik. Pertanyaan seperti lagu apa sih yang sedang populer di satu daerah dan di dengar oleh orang seperti apa, bakalan bermanfaat untuk mengoptimalkan bisnis musik kita. Salah satu contoh eksekusi dari penggunaan Big Data Telkomsel ini buat musisi adalah menentukan tempat konser berikutnya.
Untuk mendapatkan akses mengintip Big Data Telkomsel ini memang tidak murah. Marvin juga tidak bisa mengungkap biayanya karena informasi yang diminta sangat spesifik dikustomisasi buat kepentingan bisnis musik. Sayang yah. Memang industri musik Indonesia kurang berinvestasi terhadap pentingnya data dan informasi. Untuk hal yang mudah saja seperti lagu apa yang sedang populer saja kita masih mengandalkan chart radio. Buat industriawan musik yang sering bermain dengan promosi media pasti paham bener trik-trik untuk bermain dengan sistem chart radio yang ada di Indonesia.
Jika kita memandang dari sudut pandang yang berbeda, brand yang memerlukan musik untuk mengkomunikasikan produknya, Big Data Telkomsel ini juga bermanfaat sekali. Katakanlah saat brand ingin melakukan event untuk meluncurkan produknya dan memerlukan pengunjung, brand pasti menggunakan musik atau musisi sebagai daya tarik agar orang datang. Dengan menggunakan data dan informasi dari Big Data Telkomsel tentunya akan mempermudah brand mengetahui artis atau musisi siapa yang populer di satu daerah tertentu. Lalu mereka dapat meminta event organizer mereka untuk segera mengkontak artis/musisi tersebut untuk tampil di event nya.
Ad-Funded Model
Atau jika ingin memanfaatkan Big Data Telkomsel ini lewat sudut pandang yang lain juga bisa. Katakanlah Telkomsel disini yang menjadi lead dari proyek ini dengan mengajak industri musik untuk berkolaborasi. Telkomsel dapat memberikan solusi end-to-end bagi brand untuk mengoptimalkan strategi promosi mereka. Memberikan informasi kepada brand tentang musik atau artis apa yang sedang populer hingga menjahit strategi kampanye bersama musisi tersebut.
Sepertinya kata kuncinya adalah Ad-Funded. Suatu model bisnis yang buat industri musik masih terlalu dini untuk dikenal. Ini bukan soal membeli lagu atau mendownload lagu satuan. Tetapi secara tidak sadar, penikmat musik sudah lama menikmati musik secara gratis. Lalu agar dapat sistem ekonomi nya berjalan yah harus ada yang menanggung biaya operasional yang mana disini adalah iklan dari brand atau produk.
Akhirnya pemanfaatan data dan informasi buat industri musik bukanlah soal untuk mencari lagu kayak gimana yang sedang digemari dan kemudian dibuat lagu yang mirip. Tetapi data dan informasi yang didapat bisa digunakan untuk memfokuskan promosi musik pada segmen pasar tertentu dan juga berkolaborasi dengan brand untuk menyelenggarakan event atau untuk menjual merchandise. Dengan begitu tentunya musisi tidak lantas menyerah gegara dipaksa mengikuti musik ‘selera pasar’ namun musisi tetap dapat berkreasi dengan mempertahankan idealisme bermusik mereka.
wah saya baru ngeh telco sudah mulai masuk & invest ke big data, dunia baru bahkan untuk dunia IT di Indonesia, IMO di Indonesia mungkin sudah tersedia datanya, namun SDM yang bener-bener jago mungkin ada tapi masih kurang ya.
karena kurangnya SDM itu, IMO mengangap big data belum butuh dan bahkan dianggap pemborosan anggaran, mungkin dari si Telco yang bisa kasih incentive duluan ke pasar ya mas, mungkin bisa jadi seperti ide mas Widiasmoro menjadi semacam leader di suatu konsorsium. nah intinya perlu ekosistem yang mendukung, tidak hanya idnustri musik, tapi siapa saja yang mau & mendukung