Musik erat sekali kaitannya dengan semangat berwirausaha dan perkembangan teknologi. Pekan ini, tiga orang moderator dari G+ Community “Musik, Kewirausahaan dan Teknologi” menyebarkan virusnya di Surabaya dan Makassar secara terpisah.
Gue di Surabaya, Robin Malau & Hang Dimas di Makassar
Kamis tanggal 18 Desember 2014, gue diundang Institut Bisnis dan Informatika STIKOM Surabaya untuk berbicara tentang musik digital dan radio internet. Disini pesertanya adalah umum dan kebanyakan mahasiswa. Gue sih berharap usai mengikuti seminar ini, pesertanya dapat inspirasi untuk berinovasi buat industri musik yang tidak sekedar menciptakan ‘another-play-button’.
Robin Malau dan Hang Dimas bakalan berakhir pekan di Makassar 20-21 Desember 2014. Bertepatan dengan gelaran Rock In Celebes, keduanya bakalan berhadapan dengan musisi dan juga orang-orang yang memang hadir karena suka musik. Topik seputar membangun kerajaan bisnis musisi, copyright & publishing hingga memasarkan musik sangat bergizi ditawarkan di menu festival musik tahunan ini.
Untuk yang ingin mengikuti seminar di Surabaya, bisa kontak Erika di 0877-5449-0977 atau Malina 0815-1539-0700. Harga tiket yang dibandrol adalah Rp. 25,000.- untuk Mahasiswa STIKOM dan Rp. 30,000.- untuk umum. Ada doorprize nya, sebuah Lumia *yeay*. Sedangkan untuk yang ingin mengikuti music talk di Makassar, bisa langsung membeli tiket festival Rock In Celebes.
Rock In Celebes, Tak Sekedar Festival
Sekalian di artikel blog ini gue mau angkat topi buat penggiat Rock In Celebes untuk memberikan suguhan festival yang bergizi lahir dan batin. Penonton festival tak hanya dihibur oleh band-band cadas seperti Burgerkill, Koil dan juga /Rif tetapi juga dengan adanya sesi music talk. Panggung music talk selain diisi line-up Robin Malau dan Hang Dimas, juga bakalan ada Kaka Kahar, Emil Abeng dan True Megabenz.
Festival Rock In Celebes sebelumnya juga menyebarkan audisi untuk band penampil dengan bekerjasama dengan Musikator. Seleksinya berdasarkan musik yang cocok dengan format festival dan juga kerelaan untuk mau mendistribusikan karya musiknya secara digital lewat agregator Musikator. Cara yang smart untuk mengkonversikan karya musik band-band independen Indonesia menjadi digital dan mendistribusikannya ke seluruh dunia untuk mendapatkan keuntungan ekonomis.
Semoga Menjadi Virus Yang Menular
Jakarta dan Bandung kerap diadakan diskusi musik semacam ini. Dan kini sampai Surabaya dan Makassar. Mudah-mudahan bisa menular di kota-kota lain dan nggak musti harus gue, Robin dan Hang Dimas. Banyak koq orang-orang yang punya pengalaman di bisnis musik yang juga bisa diajak berbagi. Kemaren di kota Malang gue juga sempet menemukan posting dari event diskusi musik bersama Andy Ayunir.
Jelas lah kedepannya yang punya kunci di bisnis musik itu ya musisi (dari dulu juga begitu seharusnya). Label rekaman, artis manager dan event organizer sekalipun hanya sebagai intermediaries antara musisi, karya, dan fans. Jadi musisi juga harus melek dengan teknologi dan mau berwirausaha. Dan harusnya semangat musisi masa kini lebih berkobar (tsaah) untuk lebih mendalami bisnis musik sebagai kelanjutan cintanya bermusik.
Jadi gak sekedar teriak musisi butuh duit. Semuanya juga butuh duit koq. Tetapi sekarang bagaimana bisa menciptakan duit itu supaya mengalir kekantongnya. Dan semoga gak cuma duit yang didapet tetapi juga kebahagian dan kepuasan dalam berkarya.
Wid, kalau musik memang “erat sekali” kaitannya dengan semangat berwirausaha dan perkembangan teknologi, masalah industri musik udah selesai sejak dulu! Hahaha.
adanya walkman sih udah nunjukin musik dan teknologi itu dekat. yg sering jadi masalah itu kan copyright.