Kabarnya Taylor Swift berencana untuk merekam ulang karya-karyanya setelah tau bahwa hak eksploitasi karya rekamnya telah berpindah tangan. Memang bisa begitu?
Dalam kontrak rekaman biasanya soal kepemilikan master rekaman diatur dengan terperinci. Apalagi jika kontrak tersebut dengan label rekaman besar. Hak kepemilikan ini akan memberikan kuasa penuh untuk mengeksploitasi lagu-lagu tadi demi kepentingan bisnis. Tentu saja ini wajar karena ketika label rekaman meneken kontrak dengan artis biasanya mereka sudah mengeluarkan ongkos produksi terlebih dahulu sebelum ide musik si artis menjadi sebuah karya dan bisa disebarluaskan. Label sudah tidak perlu menegosiasikan lagi ke artis bilamana ada rekanan baru yang hendak menjual karya musiknya. Ataupun mendiskusikan lagu yang akan dipakai untuk film dan juga jingle iklan.
Mengapa perlu untuk artis juga memiliki sendiri master rekamannya? Kasus Taylor Swift sebagai contohnya adalah sebagai tanda protes kepada pemilik barunya. Meskipun ini nampaknya sangat personal, artis sekelas Taylor Swift bisa kecolongan juga karena ternyata dia sendiri tidak memiliki hak penuh atas master rekamannya.
Contoh lain adalah ketika Disctarra berhenti beroperasi termasuk label rekamannya. Kabarnya lagu-lagu dari label rekaman ini pun dipendam dan berhenti diedarkan. Contoh lain lagi adalah ketika sebuah label rekaman berpindah kepemilikan. Seperti mergernya Sony Music dan BMG di sekitar tahun 2004. Mau tak mau si artis juga ikut bermerger ke label yang baru.
Memang sebagai artis baru rasanya sulit untuk berkata tidak ketika hak eksploitasi ini menjadi milik sepenuhnya label rekaman. Ya gak apa-apa juga sih. Anggap saja ini menjadi kolaborasi yang mana si artis bisa fokus untuk menggarap karya dan pihak label bisa fokus memasarkan karya si artis. Yang penting harus win-win.
Tetapi semakin kesini makin banyak artis yang peduli untuk tetap memiliki master rekamannya sendiri. Pertimbangannya adalah bahwa si artis juga memiliki tim yang mampu mengeksploitasi karyanya sendiri. Biasanya kalau sudah begini, deal dengan label hanya sebatas titip edar atau hal lain yang tidak bisa dikerjakan oleh tim si artis.
Oh iya, hak kepemilikan master rekaman harus dipikirkan juga jika rekaman bersama grup band. Prosentase kepemilikan dari masing-masing personil juga harus ditegaskan dari awal. Supaya proses kreatif dan juga urusan dapur sama-sama nyaman.
Merekam ulang bisa jadi solusi untuk memiliki master rekaman sendiri. Perhatikan periode kontrak yang mengatur kepemilikan master rekaman untuk tahu kapan kita dapat memiliki kembali master rekaman atau dapat merekam ulang. Perlu diingat adalah rekaman ulang ini menjadi sebuah cover version dari karya rekam yang sudah ada. Buat artis yang juga menulis lagu-lagunya sendiri bisa jadi lebih mudah karena hak penerbitan (publishing right) dipegang sendiri. Buat yang menggunakan lagu karya orang lain bisa lebih rumit lagi untuk proses clearing satu per satu lagu yang mau direkam ulang.
Memang ada baik dan buruk untuk membagi kepemilikan master rekaman. Tinggal bagaimana kita memilih mana yang menunjang buat strategi musik kita saat itu. Karena diakhirnya nanti karya rekamanlah yang akan melegasikan kita sebagai musisi.